Jakarta, Aktual.co — Pengamat ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy menilai paket kebijakan stabilitasi ekonomi yang diberlakukan Pemerintah dan  Bank Indonesia guna mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belum menyentuh akar persoalan.

“Akar persoalan dari pelemahan nilai tukar rupiah terletak pada perang dagang dan persaingan moneter dunia yang sangat ketat,” kata Ichsanuddin Noorsy pada diskusi “Rupiah Terpuruk dan Dampaknya Bagi Perekonomian Indonesia” di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis (19/3).

Menurut Noorsy, guna mengatasi hal ini, Pemerintah harus teliti dan cermat menyikapinya sehingga nilai tukar rupiah tidak semakin melemah.

Noorsy melihat, perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang menerapkan strategi masing-masing berdampak pada sejumlah negara, termasuk Indonesia yang mengalami pelemahan nilai tukar rupiah.

“China dengan strategi yang jitu dengan memanfaatkan momentum defisit perdagangan AS, sektor riilnya mampu mengimbangi perdagangan sektor keuangan sehingga menguatkan nilai tukar mata uangnya terhadap dolar AS,” katanya.

Sedangkan bagi Indonesia, menurut dia, meragukan sektor riilnya mampu mengimbangi perdagangan sektor keuangan.

Menurut dia, paket kebijakan ekonomi yang diterapkan Pemerintah belum cukup untuk menguatkan nilai tukar rupiah secara stabil.

“Meskipun paket kebijakan ekonomi ini berlaku, tapi rupiah akan tetap mengalami gejolak,” katanya.

Pada kesempatan tersebut, Noorsy melihat ada beberapa aturan perundangan di bidang keuangan dan perdagangan yang tidak konsisten dan tidak sinergis sehingga perlu diperbaiki.

Aturan perundangan itu antara lain, UU No 24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar serta UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Noorsy mengusulkan, agar kedua aturan perundangan tersebut segera direvisi agar kebijakan pemerintah di bidang keuangan dapat menjadi lebih baik.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka