Jakarta, Aktual.co — Pemerhati ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy mengatakan bahwa carut marut sektor energi di Indonesia sudah bermula sejak terlahir UU Migas nomor 22 tahun 2001 menggantikan UU Migas nomor 8 tahun 1971. UU tersebut dinilainya sebagai regulasi yang mengawali penetuan harga berdasar mekanisme pasar. Bahkan, berdasarkan dokumen yang diperolehnya, UU migas yang jauh dari kata pro akan kepentingan rakyat ini terlahir atas dorongan dari Kuntoro Mangkusubroto, Purnomo Yusgiantoro dan Susilo Bambang Yudhoyono.

“Carut marutnya kan UU No 22 tahun 2001 yang lahir karena tiga manusia itu. Mereka janjikan dalam rangka menarik investor, mereka janjikan dalam rangka meningkatkan industri perminyakan. Memang mereka disebut dalam dokumen kedutaan besar Amerika sebagai orang-orang yang mencoba melakukan gagasan perubahan tadi,” kata Noorsy dalam diskusi terbuka di kantor PP Muhamadiyah, Jakarta, Jumat (5/6).

Faktanya, sambung dia, hingga saat ini  tidak terjadi yang namanya penarikan (peningkatan) investor dan tidak terjadi perbaikan kinerja sektor energi.

Ia menjelaskan, berdasarkan hasil putusan MK terhadap UU migas 22/2001 itu pada tahun 2005, ditegaskan bahwa tidak boleh diberlakukan harga pasar pada migas dan harus tunduk pada konstitusi. Bahkan, mirisnya di masa Pemerintahan Joko Widodo saat ini pun hal itu masih tetap dipertahankan dengan dalih harga keekonomian.

“Kerasnya sikap Pemerintah memberlakukan mekanisme pasar dengan dalih harga keekonomian. Saya tidak tahu amanat apa yang mereka pegang. Padahal dalam sumpah mereka berpegang pada konstitusi,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka