Ratusan massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI melakukan aksi unjuk rasa di depan PN Jakarta Utara, saat berlangsungnya sidang perdana kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), di Jakarta, Selasa (13/12/2016). Massa dari berbagai elemen hadir mengawal jalannya sidang perdana kasus dugaan penistaan agama yang beragendakan pembacaan surat dakwaan. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com- Mencermati persidangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan sangkaan kasus penistaan terhadap agama, Lembaga Rumah Amanat Rakyat melihat ada upaya mencari ‘Kambing Hitam dalam nota keberatan terdakwa

Yang menjadi aneh dalam persidangan itu, Ahok menyatakan tidak memahami maksud dakwaan meski secara bahasa Ahok mengakui mengerti dakwaan itu.

“Ahok memang unik, menyatakan tidak mengerti dakwaan meski dipahami secara bahasa. Artinya hingga kini, Ahok seakan-akan tidak mengerti mengapa jadi tersangka, dan mengapa jadi terdakwa,” kata Pengurus Rumah Amanat Rakyat, Ferdinand Hutahaean, Selasa (13/12/2016).

Namun Ferdinand menilai upaya itu sebagai kelakar atau strategi Ahok dan Kuasa Hukumnya, karena secara psikologi Ahok telah mengakui dan menyadari kesalahannya dengan ditandai permohonan maaf kepada umat Islam.

Adapun mengenai nota keberatan harusnya berisi keberatan atas dakwaan yang tidak sempurna, sumir atau abu-abu sehingga harus batal demi hukum. Namun uniknya nota keberatan Ahok dipenuhi muatan pledoi atau nota pembelaan yang belum saatnya untuk dibacakan.

Kemudian nota keberatan itu juga berulang kali mengatakan Elit Politik Busuk, dan Elit Politik Pengecut. “Ahok seolah menyatakan bahwa kalimatnya di Pulau Seribu adalah ditujukan kepada Elit Politik yang Ahok anggab sebagai Busuk dan Pengecut karena tidak mampu mengalahkannya dalam pilkada DKI kali ini sehingga berlindung dibalik Surah Almaidah 51. Elit Politik inilah saya sebut hantu karena Ahok tidak menyebut siapa yang Dia maksudkan sebagai Elit Politik itu,” sesalnya.

Jika bicara dalam konteks pilkada, maka tentu yang dianggap oleh Ahok tidak mampu mengalahkannya adalah kontestasi Ahok dalam pilkada DKI Jakarta yaitu Cagub Nomor 1 Agus Silvy dan Cagub Nomor 3 Anis Sandi.

“Adakah yang dimaksud Ahok salah satu dari kedua kompetitornya tersebut? Ahok patut diduga sedang berupaya membentuk opini bahwa yang menimpa dirinya bukan murni masalah hukum tapi adalah masalah politik. Jika demikian, bukankah Ahok bisa dinilai meragukan institusi polri yang menetapkannya jadi tersangka? Ahok harus menyadari bahwa Polri tidak sedang bermain politik dalam menetapkannya sebagai tersangka tapi itu bagian dari penegakan hukum,” tandasnya.

Pewarta : Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Bawaan Situs