Jakarta, Aktual.com – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sudah pernah menawarkan perlindungan kepada Novel. Langkah tersebut diambil LPSK sesaat setelah menjadi korban penyiraman air keras pada April 2017 lalu.
“Tepatnya saat periode pimpinan LPSK sebelumnya, sudah ditawarkan untuk dilindungi. Bahkan sudah dua kali kami proaktif menawarkan perlindungan”, ujar Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu di Jakarta (8/11).
Hal ini disampaikan terkait desakan sejumlah pihak agar LPSK memberikan perlindungan kepada Novel yang baru saja dilaporkan.
Namun saat itu Novel menyatakan tidak perlu layanan perlindungan dari LPSK dikarenakan berbagai pertimbangan. LPSK tentunya tidak dapat memaksa untuk melindungi karena sifat perlindungan dari LPSK yang bersifat kesukarelaan dari korban.
Sehingga jika korban tidak mau, LPSK tidak dapat melindungi. Meski begitu LPSK tetap membuka pintu jika saja ada perlindungan yang dibutuhkan oleh Novel”, ungkap Edwin.
Meski begitu LPSK mengingatkan dalam pasal 10 UU Perlindungan Saksi dan Korban diatur bahwa saksi maupun korban tidak dapat dituntut baik pidana maupun perdata terhadap kesaksian atau laporan yang telah, sedang, atau akan diberikan mereka ke penegak hukum.
Dan salah satu temuan yang didapat TGPF Polri Novel merupakan korban dari aksi kekerasan. “Hal ini harus menjadi perhatian semua pihak, baik yang melaporkan Novel maupun penegak hukum yang menangani laporan tersebut”, jelas Edwin.
Masih dalam pasal yang sama, disebutkan bahwa tuntutan hukum terhadap saksi dan korban harus dikesampingkan atau ditunda sampai kasus yang dia dilaporkan atau dia berikan keterangan mendapatkan keputusan hukum yang tetap.
Maka jikapun diproses, laporan tersebut harus memperhatikan proses hukum perkara yang sedang dihadapi Novel sebagai korban. “Jauh lebih penting bagi polisi mengungkap pelaku penyerangan terhadap Novel, mengingat hal tersebut menjadi perhatian publik dan presiden”, pungkas Edwin.
Artikel ini ditulis oleh: