Jakarta, aktual.com – Di tengah meningkatnya kritik terhadap besarnya tunjangan anggota DPR RI, masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) kini menyoroti kebijakan serupa di tingkat daerah. Pasalnya, tunjangan bagi anggota DPRD NTT mengalami lonjakan signifikan hingga mencapai Rp41 miliar per tahun. Situasi ini menimbulkan ironi, mengingat NTT masih tercatat sebagai salah satu provinsi termiskin di Indonesia.
Ketua DPRD NTT, Emilia Nomleni, membenarkan bahwa tunjangan rumah dan transportasi untuk anggota DPRD mengalami kenaikan berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 22 Tahun 2025. Regulasi tersebut ditandatangani oleh Gubernur NTT, Melki Laka Lena, sebagai revisi atas Pergub Nomor 72 Tahun 2024.
Dalam aturan terbaru itu, tunjangan transportasi naik sebesar Rp23,08 miliar dan tunjangan perumahan bertambah Rp18,408 miliar. Total keseluruhan mencapai Rp41,4 miliar.
Merujuk pada salinan Pergub 22/2025, tunjangan transportasi untuk Ketua DPRD NTT ditetapkan Rp31,8 juta, tiga Wakil Ketua DPRD masing-masing Rp30,6 juta, dan 61 anggota DPRD memperoleh Rp29,5 juta per bulan. Jika diakumulasikan, nilai tunjangan transportasi tersebut mencapai Rp23,08 miliar setahun. Tunjangan ini diberikan dalam bentuk uang sewa kendaraan, yakni sedan atau jeep untuk Ketua DPRD, serta sedan atau minibus bagi wakil dan anggota lainnya.
Sementara itu, tunjangan perumahan ditetapkan Rp23,6 juta per bulan untuk 65 anggota DPRD, sehingga dalam setahun mencapai Rp18,41 miliar. Dana tersebut diberikan sebagai uang sewa rumah dengan spesifikasi maksimal bangunan 150 m² dan lahan 350 m². Pembayaran dilakukan secara bulanan.
Emi menjelaskan bahwa kebijakan ini telah sesuai dengan regulasi yang berlaku, termasuk PP Nomor 18 serta Permendagri terkait, dan juga mempertimbangkan hasil survei sebelum diterbitkannya Pergub.
“Semua sudah dikonsultasikan dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan sesuai kemampuan keuangan daerah,” ujar Emi pada Rabu, 10 September 2025.
Menurutnya, kenaikan tunjangan ini bukan untuk mengabaikan penderitaan masyarakat, melainkan justru menambah beban moral bagi para anggota DPRD.
“Jumlah pendapatan yang tercantum dalam Pergub 22 tidak bermaksud untuk mengabaikan kesulitan dan keterbatasan yang dihadapi masyarakat. Sebaliknya, hal ini justru menimbulkan tanggung jawab besar bagi anggota DPRD. Tunjangan diberikan berdasarkan kinerja politik,” tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa DPRD NTT siap menampung masukan masyarakat, termasuk kritik tajam atas kenaikan tunjangan tersebut.
“Kami bersikap terbuka untuk mendengarkan dan melakukan dialog untuk menyerap berbagai usul saran dari rekan-rekan,” ujarnya.
Menutup pernyataannya, Emi memastikan bahwa DPRD NTT tetap berkomitmen untuk berpihak pada kepentingan rakyat meskipun saat ini muncul persepsi negatif terhadap tunjangan yang diterima para wakil rakyat.
“Kami DPRD NTT senantiasa berdiri bersama rakyat dan mendengarkan suara rakyat serta melakukan yang terbaik untuk kemaslahatan rakyat,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















