Jakarta, Aktual.co — Dalam mengendalikan harga gula, Pemerintah hanya melakukan pada bagian hulu tata niaga Gula (tingkat petani), yaitu melalui mekanisme BPP Dan HPP. Sedangkan di bagian hilir (tingkat konsumen), pemerintah tidak melakukan pengendalian harga.

“Kementerian perdagangan setiap tahun menetapkan HPP (Harga Patokan Petani) yang merupakan harga dasar dalam pelelangan Gula petani. HPP dihitung berdasarkan biaya pokok produksi tebu, ditambah hasil kajian keuntungan, inflasi, bunga bank, dan harga Gula impor,” ujar pengamat ekonomi-politik, Uchok Sky Khadafi kepada Aktual di Jakarta, Selasa (24/3).

Menurutnya, jika pemerintah tidak mengendalikan harga pada tingkat konsumen, maka tata niaga Gula Kristal Putih (GKP) yang berbahan Baku tebu rakyat dikuasai oleh beberapa pedagang gula. Hal tersebut mengakibatkan harga eceran GKP jatuh, jauh di atas harga GKP impor.

“Pemerintah tidak mau berpikir keras untuk meningkatkan produksi tebu, sehingga mengambil jalan instan atau pintas yang mudah untuk mengatasinya, yaitu dengan cara memberi izin impor raw sugar,” tegasnya.

Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil untuk memperbaiki kebijakan impor gula. Pasalnya, KPK mengindikasikan terjadinya tindak korupsi dari kebijakan impor gula.

“KPK akan lakukan studi untuk melakukan perbaikan kebijakan. Ini bagian dari tugas KPK yaitu program pencegahan,” ujar Menko Sofyan.

Lebih jauh disampaikan beberapa aspek yang menjadi sorotan KPK adalah mengenai mekanisme kebijakan, termasuk pembatasan gula yang diimpor. Sofyan mengaku akan segera memperbaiki karena sejatinya, pencegahan korupsi yang dilakukan KPK juga menjadi semangat pemerintahan Presiden Joko Widodo.

“Kita melakukan studi misalnya mekanisme impor, kemudian mekanisme pemberian jatah gula impor rafinasi dan lain-lain. Sebenarnya itu perbaikan kebijakan,” papar Sofyan.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka