Jakarta, Aktual.com — Kejaksaan Agung saat ini terus melakukan penyelidikan kasus pengalihan hak atas piutang (cassie) Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Pengusutan kasus tersebut pun diharapkan tak setengah-setengah.

“Di BPPN itu banyak sekali kasus yang sama, jadi semua harus diusut. Jangan ada alasan sehingga terkesan ini hanya upaya politis untuk tawar menawar politik,” kata Direktur Eksekutif Energy Watch Ferdinand Hutahaean kepada Aktual.com.

Dia menduga, jika Kejagung tak mengusut semua kasus di BPPN maka jelas nuansa politik yang saat ini tengah dimainkan oleh Muhammad Prasetyo. “Kejagung harus berani mengusut semua kasus cassie di BPPN dulu, jangan cuma kasus yang membelit seperti sekarang.”

Dia mengaku heran dengan sikap Kejagung, karena kasus-kasus yang saat ini terjadi malah dikesampingkan oleh lembaga Korps Adhiyaksa itu. “Saya heran kenapa menyidik kasus lama seperti itu. Sementara banyak sekali kasus baru dan besar sekarang yang diabaikan Kejagung.”

Diketahui, kasus ini bermula ketika PT Adyaesta Ciptatama meminjam Rp 425 miliar kepada BTN untuk membangun perumahan dengan jaminan lahan di Karawang seluas 1200 hektar, akhir tahun 1990.

Krisis moneter terjadi tahun 1998, dan BTN masuk program penyehatan di Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Aset-aset yang tertunggak dilelang BPPN tahun 2003 dalam upaya mengembalilkan dana penyehatan yang dikeluarkan negara.

Dalam lelang aset di BPPN diikuti tiga peserta, yaitu PT VSIC, PT First Kapital dan PT Adiaesta Ciptatama. Kemudian, PT First Kapital memenangkan lelang tersebut dengan harga 69 miliar yang diberikan oleh BPPN. Namun, perusahaan tersebut membatalkan statusnya sebagai pemenang lantaran ada aset yang bermasalah.

“PT First Kapital menang tetapi kemudian dia mengundurkan diri. Alasananya, ketika itu First Kapital tidak menemukan sertifikat aslinya untuk satu SHGB. Kemudian dari dasar itu, ia membatalkan hasil lelang itu,” kata Kasubdit Penyidikan pada JAM Pidsus Kejaksaan Agung Sarjono Turin.

Pembatalan pembelian aset BPPN oleh First Capital bukan tanpa sebab. Direktur anak perusahaan PT Adiaesta Grup (AG) Johnny Wijaya itu diduga telah mengelabui BPN Karawang dan menggelapkan tanah jaminan di SHGB 1, seluas 300 hektar.

BPPN kemudian kembali menggelar lelang lanjutan dan dimenangkan PT VSIC, dengan harga Rp32 miliar. Turin menegaskan perubahan harga dari Rp 69 miliar menjadi Rp 32 miliar adalah fokus tim penyidik. “Itulah yang sedang kita dalami kenapa angka 69 miliar itu bisa jatuh di 32 miliar,” ujar Turin.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu