Jakarta, Aktual.com — Jika transaksi repo tidak diatur secara tegas ke depanya bisa saja bakal berpotensi terjadinya ketidakpastian hukum, atau bahkan pelanggaran hukum. Pasalnya, potensi ini cukup besar bila transaksi repo tidak dilakukan sesuai standar baik yang sudah diatur oleh Peraturan Otiritas Jasa Keuangan (POJK) atau standar internasional.
“Perkembangan selanjutnya yang perku diantisipasi adalah masih adanya muncul permasalahan dari transaksi ini. Antara lain, jika transksi repo yang tidak sesuai standar yang berlaku berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum,” tandas Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D. Hadad dalam peluncuran Global Master Repurchase Agreement (GMRA) Indonesia, di Jakarta, Jumat (29/1).
GMRA Indonesia merupakan dokumen perjanjian yang dipersyaratkan untuk dipergunakan lembaga jasa keuangan salan melakukan transaksi repo berdasar POJK No. 9/POJK.04/2015 tentang Pedoman Transaksi Repo Nagi Lembaga Jasa Keuangan san Surat Edaran OJK No. 33/SEOJK.04/2015 tentang GMRA Indonesia.
Transaksi repo sendiri merupakan transaksi antar bank yang menjaminkan surat berharga atau berupa obligasi negara ke pihak bank lain untuk mendapat dana dari penjaminannya itu. Dalam peluncuran ini, ada empat bank yang melakukan penandatanganan perjannian transaksi repo. Yaitu, Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BCA.
Potensi ketidakpastian hukum itu, antara lain, ketidaksesuaian standar terkait standar akuntansi dan aspek hukum. “Makanya antisispasi dari OJK dengan menyusun satu pedoman transaksi repo yang berlaku bagi seluruh jasa keuangan. Apalagi pediman kita juga sesuai standar internasional,” tandas Muliaman.
Selama ini transaksi repo di perbankan lumayan besar. Berdasar data OJK, selama lima tahun dari 2011-2015, volume transaksinya mencapai Rp150, 6 triliun. Dengan nilai transaksinya mencapai Rp 136 triliun.
“Angka itu meningkat tajam dari lima tahun sebelumnya. Di 2006-2011, volume repo mencapai Rp42 triliun dan nilai transaksinya sebesar Rp36,74 triliun,” tegasnya.
Langkah OJK untuk mengatur transaksi ini adalah sebagai upaya pengembangan pasar untuk memperdalam pasar keuangan di Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Nurhaida menambahkan, senak tahun 2010 sebetulnya otoritas pasar modal, saat itu masih bernama Badan Pengawasan Pasar modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) sudah mengatur transaksi repo ini agar dibentur GMRA Indonesi.
“Dengan implementasi GMRA Indonesia diharapkan praktik transaksi repo yang dilaksanakan seluruh jasa keuangan terstandarisasi. Dengan begitu pasar repo Indonesia akan semakin dalam dan dapat digunakan sebagai alternatif pembiayaan,” pungkas dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan