Jakarta, Aktual.com – Otoritas Jasa Keuangan mewajibkan bank sistemik menyampaikan rencana aksi atau “recovery plan” pertama kali pada akhir Desember 2017.
Kebijakan itu sebagai tindak lanjut implementasi Undang-undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (22/2).
“Bank sistemik wajib menyampaikan rencana aksi akhir Desember 2017, dan wajib memiliki instrumen utang yang memiliki karakteristik modal paling lambat akhir 2018,” katanya.
Dia menegaskan bahwa UU 9/2016 mewajibkan setiap bank sistemik memiliki rencana aksi untuk mengatasi masalah keuangan yang mungkin terjadi.
Bank sistemik adalah bank yang karena ukuran aset, kompleksitas transaksi atas jasa perbankan, dan keterkaitan dengan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional maupun finansial, jika bank tersebut mengalami gangguan atau gagal.
Saat ini disebutkan terdapat sebanyak 12 bank yang masuk daftar bank sistemik atau “domestic systemically important bank”.
Kewajiban yang menjadi turunan UU tersebut, kata Muliaman, akan dituangkan dalam peraturan OJK tentang “recovery plan” bagi bank sistemik yang akan disahkan pada awal April.
“Ini sesuatu yang baru. Kami berharap kehadiran peraturan ini menggambarkan langkah penyelesaian dari dalam sehingga permasalahan bank tidak menganggu stabilitas sistem keuangan,” ucap dia.
Peraturan OJK tersebut apabila diterapkan juga akan meminta bank sistemik untuk mempunyai satuan kerja khusus terkait manajemen krisis yang fokus mengimplementasikan rencana aksi.
“Dalam rencana aksi, ada ‘recovery option’ yang dimungkinkan. Opsi tersebut akan ditempuh sesuai masalah sebab masalah bisa dimulai dari permodalan, rentabilitas, likuiditas, atau kualitas aset,” kata Muliaman.
ANT
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan