Jakarta, Aktual.com — Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal mengantisipasi dana masuk kembali atau repatriasi jika jadi diberlakukan UU Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty.
Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad, pihak lembaga keuangan harus hati-hati ketika ada dana masuk tersebut. Pasalnya, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam menyikapi masuknya dana repatriasi dari kebijakan tax amnesty tersebut. Antara lain, terkait dampak lanjutan pasca masuknya dana-dana itu ke dalam sistem keuangan nasional.
“Untuk itu, lembaga keuangan harus mampu menyalurkan kembali dana-dana yang besar tersebut dalam penyediaan pembiayaan pembangunan. Jadi harus dikucurkan dengan baik lewat kredit,” ungkap Muliaman di komplek Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (25/4).
Pasalnya, jika kegagalan penyaluran dana repatriasi ke dalam aset produktif itu terjadi, maka akan mengakibatkan peningkatan biaya dana (cost of fund), atau bahkan memicu angka non performing loan (NPL) atau rasio kredit macet yang tinggi.
Karena dengan likuiditas yang berlebihan di perbankan dikhawatirkan akan mendorong naiknya tingkat inflasi.
“Selain itu juga bisa picu penyaluran kredit yang kurang berhati-hati,” tandas Muliaman.
Di tempat yang sama, Gubernur BI, Agus DW Martowardojo menyebutkan, dengan adanya dana repatriasi yang mencapai di kisaran Rp560 triliun, itu bisa akan membanjiri likuiditas perbankan nasional.
Namun, jika dana itu tidak dikelola dengan baik maka akan mengganggu rasio loan deposit ratio (LDR) perbankan nasional yang saat ini masih di angka 90 persen.
Untuk itu, kata Agus, instrumennya itu memang harus disiapkan. Bisa melalui SBN, SBI, SUN valuta asing (valas), dan instrumen produk lainnya.
“Akan tetapi, kalau tidak dikelola dengan baik, bisa mengganggu LDR. Kalau dana itu masuk, LDR yang saat ini di angka 90 persen akan langsung turun. Ini tentu sangat berbahaya,” kata dia.
Karena, jika LDR rendah berarti kemampuan perbankan untuk menyalurkan dananya sebagai kredit juga rendah.
“Makanya bank harus pandai menyalurkan kredit, sehingga LDR bisa naik kembali. Di sini lah perlu kehati-hatian (dalam penyaluran kresit),” ungkap dia.
Makanya, di mata Agus, repatriasi dana akibat tax amnesty ini memang ada manfaat senaligus juga ancamanya. “Ada manfaatnya, tapi ancamannya juga ada. Untuk itu perlu kenelian dalam penghitungannya,” tandas Agus.
Apalagi, lanjut Agus, dalam kebijakan tax amnesty di negara lain, terutama di negara maju sangat berneda keberhasilannya dengan negara-negara berkembang. Di negara maju, adanya tax amnesty ini berdampak akan menggenjot kepatuhan.
“Tapi di negara berkembang secara jangka pendek memang penerimaan pajak meningkat, tapi dalam jangka panjang dapat menurun, karena adanya faktor administrasi (perpajakan) yang belum baik,” pungkas Agus.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka