Jakarta, Aktual.com —  Seiring diturunkannya suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate), seharusnya suku bunga pinjaman di perbankan juga ikut turun. Namun faktanya, penurunan itu agak lama mengingat bank-bank masih terbebani dengan biaya dana (cost of fund) yang tinggi, sehingga menjadi tidak efisien. Hal ini terjadi gara-garanya deposito milik BUMN yang ditaruh di bank menuntut suku bunga tinggi.

Menurut Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman Hadad, untuk membantu penurunan suku bunga kredit pihaknya hanya akan memberikan stimulus dan insentif kepada bank-bank tersebut. Namun pihaknya tidak bisa meminta agar simpanan deposito milik BUMN jangan dikenai bunga tinggi.

“Kalau urusan suku bunga deposito milik BUMN itu urusan Bu Rini (Rini Soemarno-Menteri BUMN),” sebut Muliaman di Jakarta, Senin (22/2).

Insentif dari OJK itu nantinya akan tertuang dalam Peraturan OJK. Saat ini masih dalam pembahasan.

“Sekitar akhir bulan akan selesai. Dan pada bulan Maret-nya akan segera diluncurkan,” katanya.

Selama ini, deposito milik perusahaan pelat merah yang ditanam di bank-bank nasional memang dalam jumlah besar. Dengan begitu bank pun berlomba untuk dapat menarik deposito itu untuk menggemukkan dana pihak ketiga (DPK)-nya.

Namun yang terjadi perang bunga antar bank. Bank-bank menawarkan double digit kepada BUMN agar mau menyimpan dananya di bank tersebut. Tapi akibatnya, bank menjadi semakin tidak efisien dengan biaya dana yang tinggi. Akhirnya, ketika salurkan kredit suku bunganya tetap tinggi.

“Idealnya suku bunga deposito mungkin 7-8 persen, tidak double digit. Ya kalau mau diturunkan, terserah Ibu Menteri (BUMN) mau tidak deposito BUMN tidak minta bunga tinggi,” tegasnya.

Pasalnya, dengan biaya dana yang rendah, akan menggenjot efisiensi perbankan melalui penurunan suku bunga pinjaman dan simpanan.

“Dengan demikian akan meningkatkan kredit serta mendorong pertumbuhan di segala sektor,” ucap dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka