Jakarta, Aktual.co — Sektor pertanian selama ini dinilai kurang mendapat perhatian dari segi pembiayaan, baik oleh pemerintah maupun perbankan. Hal ini karena sektor pertanian dianggap masih memiliki sejumlah risiko.

“Selain itu jangkauan masyarakat untuk mendapat perbankan masih sulit, apalagi untuk petani dan nelayan di wilayah pelosok,” ujar Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D Hadad di Jakarta Food Security Summit, Jumat (13/2).

Lebih lanjut dikatakan dia, kredit di sektor pertanian sangat diperlukan. Tujuannya agar para petani dan nelayan bisa mendapatkan pembiayaan dari perbankan.

“Kami membuat agenda bersama industri pangan, mulai dari edukasi, networking, dan penetrasinya bagi petani dan nelayan,” kata dia,

Sementara itu, pengamat ekonomi pertanian Bustanul Arifin mengatakan sulitnya jangkauan perbankan pada sektor pertanian karena dalam Undang-Undang (UU) Perbankan tidak mengenal segmentasi tersebut. Menurutnya, selama dalam UU tidak diwajibkan maka perbankan juga tidak wajib melakukannya.

“Tapi kalau memang mau serius ke sana (sektor pertanian), walaupun pilihannya sulit, ubah UU Perbankannya, UU Perbankan No 10 Tahun 1998 sudah cukup tua juga,” ujar Bustanul.

Bustanul mengatakan selama ini skema pemerintah mengenai pembiayaan pada sektor pertanian seperti kredit bersubsidi sampai pemberdayaan lainnya dinilai belum efektif.

“Saya bikin riset waktu itu, realisasinya rendah semua, kredit pertahanan pangan dan energi cuma 30 persen, kredit pengembangan energi nabati revitalisasi perkebunan 14 persen, dan kredit usaha pembibitan sapi cuma 8 persen,” jelasnya.

Realisasi pembiayaan skema pemerintah tersebut, menurut Bustanul sangat kecil karena semua pembiayaannya dititipkan pada perbankan. Sedangkan perbankan sendiri tidak mau mengambil risiko.

Lebih lanjut dia mengatakan, hanya ada satu skema yang realisiasinya cukup besar, yaitu KUR. “Sampai 160 persen realisasi.”

“KUR ini berhasil karena ada jaminan, yaitu dari lembaga penjamin seperti Jamkrindo dan Asprindo. Ini bisa mengecilkan risiko pada bank, jadi risikonya digeser ke lembaga penjamin itu,” terangnya.

Namun, menurutnya cara seperti itu tidaklah berkelanjutan. “Kita mendengar bebrapa asuransi bermasalah, tidak mudah memang keluar dari comfort zone seperti ini, tapi kalau mau ada perubahan di sektor pertanian, ubah dulu UU Perbankan itu, biar speeding nya juga cepat,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka