Jakarta, Aktual.co — Otoritas Jasa Keuangan menargetkan produk jasa keuangan obligasi daerah muncul pada 2015 untuk meningkatkan kedalaman jasa keuangan (finansial inklusif) pasar modal di masyarakat.
Direktur Pengaturan Pasar Modal Gonthor B Aziz di Palembang, Rabu (10/6), mengatakan, sejak awal tahun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) gencar mensosialisasikan produk obligasi daerah ke pemerintah daerah dengan harapan muncul keinginan menjajal sektor ini.
“Sudah enam kota di Indonesia yang didatangi OJK untuk mensosialisasikan produk obligasi daerah, dan sejauh ini respon sangat positif sekali karena dipandang sebagai salah satu solusi mendapatkan dana untuk pembangunan infrastruktur,” kata Gonthor.Pemerintah daerah pada umumnya sangat tertarik karena selalu dihadapkan persoalan keterbatasan dana infrastruktur.
“Dana dari masyarakat ini potensinya sangat besar dan dapat dimanfaatkan pemerintah daerah dengan cara menerbitkan surat utang yakni obligasi daerah. Ini yang sedang disosialisasikan,” kata dia.
Hanya saja, ia tidak membantah, untuk merealisasikan keinginan ini bukan perkara mudah karena pemerintah daerah diwajibkan mengikuti kentuan dalam pasar modal, seperti mengeluarkan laporan keuangan yang bisa diakses oleh publik secara periodik, serta bersedia membuat unit khusus untuk melaporkan hasil laporan keuangan itu.
Selain itu, OJK hingga kini belum menemukan pola ideal terkait tata kelola pelaporan keuangan.
Ia memaparkan, persoalan terletak pada lembaga yang berhak mengaudit laporan keuangan pemerintah daerah mengingat dalam aturan pasar modal dinyatakan bahwa harus dilakukan oleh akuntan publik, sementara dalam pemerintahan memberikan wewenang kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
“Ini yang sedang dicarikan titik temunya, sembari terus menosialisasikan manfaat dan risiko produk obligasi daerah. Harapannya pada tahun ini juga ada pemerintah daerah yang benar-benar merealisasikan karena hingga kini hanya Jawa Barat yang terlihat sangat berminat,” kata dia.
Penggunaan produk jasa keuangan di Indonesia terbilang masih rendah dengan mencatat angka 28,4 persen untuk strata sosial terbawah dan 51,6 persen untuk kelompok masyarakat teratas.
Berdasarkan survei OJK pada 2013 diketahui bahwa pasar modal memiliki penetrasi terendah di masyarakat yakni 3,7 persen, sementara yang tertinggi yakni perbankan 21,8 persen (terdapat 22 orang dalam seratus orang), disusul asuransi 17,08 persen, pegadaian 14,85 persen, pembiayaan 9,8 persen, dan dana pensiun 7,13 persen. 

Artikel ini ditulis oleh: