Jakarta, Aktual.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan kebijakan khusus bidang perbankan terkait dampak letusan Gunung Agung Bali dengan menetapkan Kabupaten Karangasem Bali sebagai daerah perlakukan khusus terhadap kredit bank.
Kebijakan tersebut dikeluarkan setelah OJK mengkaji dampak erupsi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem Bali, terutama di daerah yang secara langsung terkena bencana alam. Sehingga perlu upaya-upaya khusus mempercepat pemulihan kinerja perbankan dan kondisi perekonomian paska-bencana alam tersebut.
Kebijakan OJK dituangkan dalam Keputusan Dewan Komisioner No.20/KDK.03/2017 yang menetapkan Kabupaten Karangasem Bali sebagai daerah yang memerlukan perlakuan khusus terhadap kredit bank dan berlaku selama tiga tahun terhitung sejak tanggal 29 Desember 2017 ini.
“Kebijakan tersebut bertujuan memberikan kelonggaran dalam penetapan kualitas kredit secara keseluruhan maupun kredit yang direstrukturisasi kepada debitur yang terkena dampak bencana alam erupsi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem Bali itu,” jelas Anto Prabowo, Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK, di Jakarta, Rabu (3/1).
Dia menegaskan, kebijakan ini merupakan kelanjutan kebijakan OJK yang memberikan perlakuan khusus terhadap kredit yang disalurkan untuk debitur atau proyek yang berada di lokasi distressed area yang disebabkan karena bencana alam dan bersifat sementara (temporary measures).
Data OJK mencatat delapan kecamatan di Kabupaten Karangasem terkena dampak langsung dari bencana erupsi Gunung Agung yaitu Kecamatan Abang, Kecamatan Bebandem, Kecamatan Karangasem, Kecamatan Kubu, Kecamatan Manggis, Kecamatan Rendang, Kecamatan Sidemen dan Kecamatan Selat.
Dari laporan bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang disampaikan pada 18 Desember 2017 lalu, data debitur dan kredit yang terdampak erupsi Gunung Agung berasal dari 11 bank umum dan 36 BPR.
“Jumlah debitur dari 11 bank umum yang terkena dampak langsung erupsi Gunung Agung sebanyak 19.430 dengan total baki debet Rp1,09 triliun,” ujarnya.
Berdasarkan sektor usaha, kredit bank umum yang paling terdampak bencana adalah perdagangan besar dan eceran dengan total baki debet Rp689 miliar dengan total debitur 13.609.
Sementara debitur dan kredit BPR yang terkena dampak berasal dari 36 BPR dengan total debitur 1.128 dengan total baki debet sebesar Rp148,9 miliar.
“Dengan sektor usaha yang paling terdampak bencana adalah perdagangan, hotel dan restoran dengan total baki debet Rp48,1 miliar dari 384 debitur,” imbuhnya.
Kata dia, perlakuan khusus terhadap kredit bank mengacu pada POJK No. 45/POJK.03/2017 tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit atau Pembiayaan Bank Bagi Daerah Tertentu di Indonesia yang Terkena Bencana Alam.
Hal ini memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Dilihat dari penilaian kualitas kredit
Pertama, Penetapan Kualitas Kredit Bank Umum dengan plafon maksimal Rp. 5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan membayar. Sementara itu bagi kredit dengan plafon di atas Rp. 5 miliar, penetapan Kualitas Aset tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku, yaitu PBI No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum.
Kedua, Penetapan Kualitas Kredit bagi BPR didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga.
Selanjutnya dilihat dari Kualitas Kredit yang direstrukturisasi
Pertama, Kualitas Kredit bagi Bank Umum maupun BPR yang direstrukturisasi akibat bencana alam ditetapkan Lancar sejak restrukturisasi sampai dengan jangka waktu sesuai Keputusan Dewan Komisioner.
Kedua, Restrukturisasi Kredit tersebut di atas dapat dilakukan terhadap Kredit yang disalurkan baik sebelum maupun sesudah terjadinya bencana.
Dan juga terkait Pemberian Kredit Baru terhadap Debitur yang Terkena Dampak
Pertama, Bank dapat memberikan Kredit baru bagi debitur yang terkena dampak bencana alam.Kedua, Penetapan Kualitas Kredit baru tersebut di atas dilakukan secara terpisah dengan Kualitas Kredit yang telah ada sebelumnya.
Ketiga, Pemberlakuan untuk Bank Syariah terhadap daerah yang terkena bencana alam berlaku juga bagi penyediaan dana berdasarkan prinsip syariah yang mencakup pembiayaan (mudharabah dan musyarakah), piutang (murabahah, salam, istisnha), sewa (ijarah), pinjaman (qardh), dan penyediaan dana lain.
Pewarta : Busthomi
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs