Sepanjang OJK berdiri, otoritas juga sudah menutup sejumlah BPR, dan 88 persen di antaranya karena alasan fraud.

“Kesengajaan nyata, dalam upaya memperkaya diri sendiri, oleh komisaris, pengurus dan lainnya,” kata dia.

Modus tindak pidana perbankan yang dilakukan antara lain tidak mencatatkan dana yang ditabung oleh nasabah dan permohonan kredit fiktif dengan menggunakan data nasalah lama yang sudah melunasi kredit dan data debitur yang permohonannya tidak disetujui.

Menurut dia, ada beberapa alasan mengapa tindak pidana perbankan lebih banyak terjadi di BPR, antara lain karena sulitnya mendapatkan sumber daya manusia yang baik, perangkat manajemen yang relatif sedikit dibanding bank umum dan kurangnya pengawasan dari otoritas.

“Sulit mencari orang-orang yang mau bekerja di BPR, mungkin karena lokasi jauh. Pengawasannya juga belum,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Eka