Jakarta, Aktual.com – Kurangnya sosialisasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terkait dengan sejumlah ketentetuan yang baru kepada masyarakat, menyebabkan kebingungan saat melakukan pengurusan pembiayaan perawatan dirumah sakit.
Seperti yang dialami oleh Wawan (28) saat membawa orang tuanya ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja, Jakarta Utara.
Wawan bercerita, awalnya saat ia membawa Ibunya, Susanti (44) ke RSUD Koja untuk dirawat tidak ada masalah. Namun belakangan, setelah ia diminta untuk menyiapkan berkas dan kartu anggota kepesertaan BPJS ibunya, Wawan merasa dipersulit oleh oknum petugas BPJS yang bertugas di Rumah Sakit tersebut.
Pasalnya, BPJS Susanti diklaim dinonaktifkan oleh BPJS Pusat karena adanya keterlambatan pembayaran iuran oleh perusahaan tempat ayahnya, Dumiyati (45) bekerja.
Keosokan harinya pihak perusahaan kemudian langsung melakukan pelunasan. Namun, setelah pihak perusahaan melakukan pelunasan, BPJS RSUD Koja masih menyatakan belum aktif.
Saat dikonfirmasi terkait permasalahan yang membuat kartu kepesertaan BPJS ibunya belum aktif, pihak BPJS tidak dapat menjelaskan secara rinci dan menyarankan pada Wawan untuk menjadi pasien umum tunai.
“Masuk (Rumah Sakit) hari Senin (12/2), Kamis (15/2) nyokap (ibu) sudah ngga ada (meninggal), Jumat (16/2) kan tanggal merah makanya diulur ke hari Senin (19/2),” ujar Wawan saat berbincang dengan aktual.com di kediamannya di Jakarta Utara, Kamis (22/2).
“Jujur saya ngga terima kenapa kok pihak BPJS Rumah Sakit kok selalu menyatan tidak aktif, padahal Selasa (20/2) saya kerumah sakit tapi masih juga dikatakan belum aktif, padahal tunggakannya sudah dibayar oleh perusahaan,” sesalnya.
Keesokan harinya, Rabu (21/2), Wawan kembali lagi ke RSUD Koja dengan berbekal surat bukti pembayaran tunggakan BPJS tertanggal 14 februari 2018 yang diperoleh dari perusahaan tempat ayahnya bekerja. Uniknya, setelah ditunjukan surat pembuktian pelunasan tersebut, pihak BPJS langsung membenarkan bahwa kartu kepersrtaan BPJS ibunya sudah aktif.
“Sudah tertera di surat bukti pembayaran tertanggal 14 Februari sudah dibayar. Seharusnya sudah aktif, apalagi dibayar melalui Bank Mandiri. Ini ngga fear (transparan), kenapa saya dipojokan, dinonaktifkan. Dari BPJS bilangnya dinonaktifkan terus,” katanya
“Seharusnya sih lagi ada musibah seperti ini, tolong dibantulah bukan dipersulit gitu,” sambungnya.
Sementara, Koordinator Lapangan Divisi Verfikator BPJS RSUD Koja, Adi Prayitno mengatakan meski sudah dibayarkan tunggakkannya, pihak BPJS sudah tidak bisa lagi meng-cover biaya perawatan pasien.
Pasalnya, menurut Adi, ketentuan baru yang menyatakan bahwa peserta BPJS yang menunggak pembayaran akan dikenakan sanksi 2,5 persen dari estimasi pembiayaan memiliki batas waktu untuk dilunasi.
“Denda itu muncul saat digunakan rawat inap, seandainya tidak dipakai tidak dikenakan denda, karena denda yang 2 persen itu sudah dihilangkan. Denda ini (denda 2,5 persen) masa periodenya 45 hari, saat digunakan rawat inap baru muncul denda dan tambahannya denda ini memiliki waktu 3×24 jam harus diselesaikan, kalau lebih dari 3×24 jam itu sudah dinyatakan terlambat,” kata Adi saat ditemui di RSUD Koja, Jakarta Utara, Kamis (22/2).
Meski demikian, Adi mengakui bahwa minimnya informasi yang diberikan petugas lapangan kepada keluarga pasien menyebabkan keterlambatan pelunasan denda 2,5 persen dari total biaya perawatan Susanti.
“Saya akan teruskan juga ke teman-teman di lapangan, kebetulan saya juga koordinator di lapangan, ngga dari saya aja dari petugas rumah sakitnya juga. Evaluasi dari saya, buat saya evaluasi. Jadi kalau dari saya petugas rumah sakit, karena kalau dari pasien sakit kan, ngga tahu mana petugas BPJS mana rumah sakit, takutnya yang kemarin pertama juga ada miss. Saya juga ada evaluasi dari rumah sakit, apakah dia menyampaian sosialisasinya salah,” akunya.
Pun demikian, tidak ada yang berarti dari pengakuan Adi terkait minimnya informasi ketentuan dan kewajiban pasien pengguna BPJS dari petugasnya. Pasien yang kini sudah meniggal dunia harus mewarisakan tanggungan biaya perawatan rumah sakit tanpa ada kebijaksanaan sedikitpun dari pihak BPJS.
Ahmad Warnoto
Artikel ini ditulis oleh: