Jakarta, Aktual.com – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) berpendapat bahwa penyidik kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan sebaiknya tidak terlalu “gemuk”, alias dikurangi jumlahnya.
Komisioner ORI Pusat, Adrianus Meliala pun meminta kepolisian untuk mengurangi jumlah penyidik dengan pertimbangan efisiensi dan efektivitas, mengingat telah lamanya penyidikan akan kasus ini dilakukan.
Pernyataan itu disampaikan Adrianus saat membacakan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang dilakukan Ombudsman terkait penyidikan kasus Novel Baswedan yang belum menemui titik terang hingga lebih dari 600 hari perkara dilaporkan.
Menurutnya, jumlah penyidik yang terlibat dalam kasus ini sudah mencapai 172 personel, yang berasal dari Polres Jakarta Utara dan Polda Metro Jaya.
“Jumlahnya mencapai sekitar dua kompi. Tentu bagus, memperlihatkan keseriusan pihak kepolisian menangani kasus Novel Baswedan. Tetapi dalam prosesnya menunjukkan kerja yang kurang efektif dan efisien,” tutur Adrianus saat jumpa pers di Kantor Ombudsman Pusat, Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan, iinefektivitas penggunaan sumber daya manusia (SDM) kepolisian menjadi salah satu temuan maladministrasi yang dilakukan kepolisian dalam menangani kasus Novel Baswedan.
Penanganan kasus Novel, menurut Adrianus, seharusnya berpatokan terhadap rencana penyidikan yang matang, sehingga personel yang terlibat pun efektif dan proporsional.
“Penyidikan yang efisien ini ada aturannya, khususnya Pasal 17 ayat (2) Peraturan Kapolri No.14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan,” sebut Adrianus.
Terkait hal itu, ia pun mengusulkan agar kepolisian melakukan perencanaan dan penataan ulang terkait rencana penyidikan, termasuk menyusun kembali penyidik yang akan dipertahankan, dan tidak lagi dilibatkan.
Di samping jumlah penyidik yang dinilai kurang efisien, Ombudsman juga menemukan tiga maladministrasi penanganan kasus Novel Baswedan yang dilakukan oleh jajaran Polsek Kelapa Gading, Polres Metro Jakarta Utara, dan Polda Metro Jaya.
Temuan tersebut mencakup surat perintah tugas yang tidak mencantumkan lama penugasan, pengabaian petunjuk kejadian dari pihak Novel Baswedan sebagai korban, dan kelalaian serta kurang cermatnya penyidik dalam mengurusi administrasi penyidikan (mindik).
Sejak 11 April 2017 sampai dengan September 2018, Ombudsman mengadakan pemeriksaan administrasi terkait penyidikan kasus Novel Baswedan ke pihak Polsek Kelapa Gading, Polrestro Jakarta Utara, Polda Metro Jaya, dan korban Novel Baswedan.
Pasca laporan akhir hasil pemeriksaan diserahkan ke perwakilan kepolisian, Kamis, Ombudsman memberi waktu 30 hari bagi kepolisian untuk melakukan koreksi terhadap empat poin maladministrasi yang ditemukan tersebut.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan