Warga dan santri ikut serta dalam kegiatan tahlil dan doa bersama dalam peringatan tujuh hari wafatnya pengasuh PP Tebuireng, Kabupaten Jombang, KH Sholahudin Wahid (Gus Sholah) di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Sabtu (8/2/2020). (ANTARA Jatim/ HO)
Warga dan santri ikut serta dalam kegiatan tahlil dan doa bersama dalam peringatan tujuh hari wafatnya pengasuh PP Tebuireng, Kabupaten Jombang, KH Sholahudin Wahid (Gus Sholah) di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Sabtu (8/2/2020). (ANTARA Jatim/ HO)

Jakarta, Aktual.com – Anggota DPR RI Mardani Ali Sera mengungkapkan, RUU Omnibus Law mengancam eksistensi pondok-pondok pesantren tradisional yang ada di Indonesia.

“RUU Cipta Kerja yang mengubah ketentuan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, membuka peluang pemidanaan ulama dan atau kiyai punya pondok tradisional,” kata Mardani, Senin (31/8).

Dijelaskan, lanjut Mardani, dalam draft RUU Ciptaker 12 Pasal 68 ayat (5) terkait ketentuan pada Pasal 62 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) diubah sehingga berbunyi yakni, (1) Penyelenggaraan satuan pendidikan formal dan nonformal yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.’

“Sedangkan di daerah-daerah banyak Pesantren tradisional yang sudah lama dan menjadi pilar kebangsaan dan keumatan,” ujarnya.

Wakil Ketua BKSAP DPR RI ini minta pemerintah melihat perlunya penghormatan pada pesantren-pesantren tradisional ini.

“Jas merah, jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah! Harus ada penghormatan pada aspek historis dan sosiologis pesantren,” tuturnya.

Menurut, Politisi PKS ini, pesantren merupakan agen perubahan bagi Bangsa ini, karena melaksanakan tugas mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Bahkan kecerdasan paripurna yaitu mencerdaskan akal dan mencerdaskan perilaku (karakter),” jelasnya.

Ia berharap jangan sampai laku kita hari ini malah ingin mehancurkan apa yang telah para kiyai dan ulama perjuangkan untuk negara ini.

“Ayo kita jaga pesantren dan lawan aturan yang melemahkan atau meminggirkan pesantren,” pungkasnya.(RRI)

Artikel ini ditulis oleh:

Warto'i