Jakarta, Aktual.com — Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai kisruh Freeport yang kini membuat situasi politik nasional gaduh sebagai bagian tak terpisahkan operasi intelijen. Operasi dilakukan secara rapih dan terorganisir dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk salah satu menteri di Kabinet Kerja.
“Dapat diprediksi ini adalah operasi intelijen yang cukup canggih. Mereka tidak mau sidang etik tertutup padahal Undang-undang MD3 harusnya tertutup,” tegas Fahri kepada wartawan di Jakarta, Senin (14/12).
Operasi juga melibatkan media dan pegiat sosial. Melalui media dan pegiat sosial, laporan Menteri ESDM Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) lantas dipergunjingkan sehingga publik mendorong dengan keras agar persidangan dilaksanakan secara terbuka.
Operasi berlanjut secara sistematis dengan bocornya dugaan pembicaraan Ketua DPR Setya Novanto, Presiden Direktur Freeport Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha Reza Chalid. Bocoran dalam bentuk transkrip pembicaraan itu menggelinding bebas di media sosial dan menjadi konsumsi media massa dan publik.
“Itu sudah jelas motifnya, mau menyembunyikan kegiatan operasi Freeport dengan melumpuhkan DPR sebagai lembaga pengawas. Karena kalau legislatif dilumpuhkan maka tidak jalan pengawasannya,” jelas Fahri.
“Apakah (eks) Wakil Kepala BIN boleh jadi Dirut Freeport, lalu bisa melakukan yang dikatakan sebagai operasi intelijen. Orang-orang yang sudah mengerti kerahasiaan negara, apakah boleh di negara berdaulat melakukan tindakan seperti itu,” lanjut politisi PKS itu.
Sebagai eks pejabat negara, seharusnya ada jeda dari BIN ke Freeport. Sebab bagaimanapun pejabat sekelas Wakil Kepala BIN mengetahui dengan baik manajemen pemerintahan berikut isi-isinya. Lalu, tiba-tiba melompat dan bekerja pada perusahaan asing.
Artikel ini ditulis oleh: