Karakas, Aktual.com – Para pemimpin oposisi Venezuela, mengecam pengecualian koalisi mereka dari pemilihan presiden yang akan datang, dengan mengatakan bahwa itu adalah tipu daya pemerintahan Presiden Nicolas Maduro untuk menyingkirkan suara yang mendukung oposisi.
Langkah Mahkamah Agung pro-Maduro, mengecualikan koalisi untuk mendaftar dalam pemungutan suara menempatkan satu hambatan lagi pada oposisi yang sudah terpecah belah.
Dua partai oposisi terbesar Venezuela, Justice First and Democratic Action, mengumumkan pada Jumat (26/1), bahwa mereka akan mendaftar pada akhir pekan ini. Namun, partai Leopoldo Lopez, Popular Will, dilarang minggu ini untuk mendaftar.
Lopez sendiri dan Henrique Capriles, pemimpin oposisi yang paling populer, sudah dilarang mencalonkan diri.
Pemungutan suara dilakukan pada 30 April.
Kritik mengatakan Maduro merampas hak pemilihan bebas dan adil Venezuela selama pelambatan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Ini menunjukkan rasa takut yang dirasakan oleh Maduro dari rakyat,” kata anggota parlemen oposisi Stalin Gonzalez, seperti diberitakan Reuters, Minggu (28/1).
Tekanan internasional menumpuk pada pemerintah. Amerika Serikat mengatakan minggu ini bahwa pemungutan suara akan “memperdalam, tidak membantu menyelesaikan, ketegangan nasional,” dan Wakil Presiden Mike Pence yang menyebut Maduro seorang “diktator”.
Keputusan Kamis mengatakan koalisi tersebut melanggar prinsip menghindari “afiliasi ganda” dalam politik dan oleh karena itu tidak dapat divalidasi.
Presiden Venezuela Nicolas Maduro tampak yakin kembali mencalonkan diri dalam pemilihan presiden pada akhir April, saat kaum Sosialis berkuasa berharap mengalahkan oposisi, meski terjadi krisis ekonomi dan sanksi luar negeri.
Pemimpin itu, yang dikecam penentangnya sebagai diktator, yang menghancurkan perekonomian negara anggota OPEC tersebut, mengatakan akan mencalonkan diri jika Partai Sosialis berkuasa memintanya, bahkan saat warga Venezuela harus bergelut dengan rak kosong dan inflasi tercepat di dunia.
Mantan sopir bus berusia 55 tahun itu, yang menggantikan Hugo Chavez pada 2013, mendapat keuntungan dari mesin politik tangguh, dewan pemilihan nasional dan dukungan inti dari orang miskin Venezuela, yang bergantung pada pembagian makanan.
Kritikus dari politisi oposisi hingga kekuatan Barat meragukan pihak berwenang akan mengizinkan pemungutan suara secara bebas dan adil, mengingat pembatasan beberapa tokoh oposisi agar tidak mencalonkan diri dan penyalahgunaan sumber daya negara dalam berkampanye.
Beberapa pihak mengkhawatirkan terjadinya kecurangan terbuka.
Dengan mengumumkan pemilihan presiden yang akan diadakan pada akhir April, badan legislatif super pro-pemerintah menyebut penyelenggaraan pemilihan umum di Venezuela merupakan bukti lebih lanjut tentang kelangsungan demokrasi, meskipun ada sanksi internasional baru-baru ini.
Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa mengambil tindakan untuk melawan pemerintah Venezuela mengenai tuduhan pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi, melukai citra pemerintah dan membuat bank tidak bekerja sama dengan Karakas.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: