Jakarta, aktual.com – Maulana Syekh Yusri Rusydi menjelaskan, bahwasanya Bapak dan ibu Nabi hingga Nabi Adam As mereka semua adalah orang-orang mengesakan Allah Swt. Tidak ada satupun dari mereka yang menyembah berhala, minum arak, berzina atapupun melakukan hal yang bisa merusak muru’ah ( harga diri seseorang).
Karena mereka adalah orang-orang pilihan dari Allah untuk menjadi silsilah nasab mulia ini hingga Nabi Muhammad SAW terlahir. Rasulullah Saw bersabda,
إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ الْخَلْقَ فَجَعَلَنِى فِى خَيْرِهِمْ
“Sesungguhnya Allah telah mencipatakan makhluk kemudian menempatkanku pada yang terbaik diantara mereka,” (HR. Turmudzi).
Syekh Yusri mengatakan, bahwasanya “Al-Khairiyyah” di sini tidaklah lain yang dimaksudkan kecuali keimanan dan ketakwaan, karena inilah tempat pandangan Allah Swt terhadap hamba-Nya. Allah berfirman,
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah disisi Allah adalah yang paling bertaqwa diantara kalian semua,” (QS. Al-Hujurat :13).
Bukanlah al-khairiyyah disini karena sekedar harta, nasab, atau urusan dunia.
Sebagaimana bapak dan ibu Rasulullah Saw hingga Nabi Adam As adalah ahli tauhid, begitu pula mereka adalah orang-orang yang selalu menjaga harga diri mereka dari hal-hal yang bisa merusaknya. Rasulullah Saw bersabda,
خَرَجْتُ مِنْ نِكَاحٍ وَلَمْ أَخْرُجْ مِنْ سِفَاحٍ مِنْ لَدُنْ آدَمَ إِلَى أَنْ وَلَدَنِي أَبِيْ
“Saya dilahirkan dari hasil pernikahan dan tidaklah dilahirkan dari perzinaan, mulai dari Nabi Adam as hingga ayah dan ibu melahirkanku,” (HR.Thabrani)
Selain itu Allah Swt juga berfirman,
وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ
“Dan bolak-baliknya engkau wahai Muhammad pada orang-orang yang bersujud,” (QS. Ash-Shua’ra: 219).
Ini adalah merupakan dalil yang sangat jelas tentang bapak dan kakek Rasulullah Saw. Lantas bagaimana memahami hadis yang mengatakan bahwasanya Allah melarang Nabi Saw ketika beristighfar meminta ampun untuk Ibunya?
Syekh Yusri hafidzahullah menjawab bahwasanya larangan ini karena memang tidak diperlukan. Hal ini dikarenakan Ibu Nabi adalah termasuk ahli fatroh (masa kekosongan umat dari Rasul Allah), yang dimana Ulama berijma’ mengatakan bahwa mereka ahli fatrah adalah orang-orang yang selamat.
Allah berfirman,
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا
“Dan tidaklah kita akan menyiksa hingga kita kirimkan seorang utusan (kepada mereka)” (QS. Al-Isra’: 15).
Ini adalah pemahaman yang betul terhadap hadits ini, yaitu sesuai dengan dalil sarih Al-Qur’an, tidak seperti orang yang memahami bahwasanya larangan ini karena ibu Rasulullah Saw adalah tidak mengesakan Allah sedangkan Nabi dilarang untuk memintakan ampun untuk orang kafir. Jelas pemahaman yang seperti ini bertentangan dengan Al-Qur’an.
Syekh Yusri menambahkan, bahwasanya hadits yang berbunyi,
إِنَّ أَبِيْ وَأَبَاكَ فِي النَّارِ
“Sesungguhnya bapakku dan bapakmu masuk neraka,”
yang dimaksud kata “أب” yang artinya bapak disini adalah paman Rasulullah Saw, yaitu Abu Lahab sebagaimana jelas disebutkan dalam Al Qur’an.
Karena di dalam bahasa Arab, penggunaan kata “أب” adalah dipakai untuk orang tua asli, paman dan juga kakek. Sehingga yang paling tepat maknanya pada hadits ini adalah paman. Berbeda dengan kata “والد” yang dimaksud adalah bapak asli.
Ditambahkan lagi bahwa ayah Nabi yaitu Abdullah adalah termasuk ahli fatrah yang selamat sebagaimana sudah dijelaskan. Dari namanya saja artinya hamba Allah, jadi sudah menunjukkan bahwa dirinya adalah orang yang mengesakan Allah. Sebagaimana Ibu Nabi namanya Aminah yang artinya orang yang diberi keamanan, maka jelas beliau adalah orang yang aman dari siksa neraka.
Wallahu a’lam.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain