Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang diketuai Arief Hidayat (ketiga kiri) membacakan putusan tujuh perkara PUU di Ruang Sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/7). Dalam putusannya Majelis Hakim MK menolak seluruh gugatan pengujian undang-undang, PUU tersebut antara lain UU Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Tindak Pidana Korupsi, UU Peradilan Umum, UU Penagihan Pajak, UU Ketenagakerjaan, UU Otonomi Khusus Papua, serta KUHAP. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/Spt/16

Jakarta, Aktual.com – Ira Hartini Natapraja Hamel selaku orang tua dari anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2016 Gloria Natapradja Hamel, mengajukan permohonan uji materi Undang Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan (UU Kewarganegaraan) di Mahkamah Konstitusi.

“Pemohon menilai anaknya yang merupakan hasil perkawinan campuran antara dirinya dengan pria berkewarganegaraan lain, mendapat diskriminasi akibat berlakunya ketentuan tersebut,” ujar kuasa hukum Pemohon, Fahmi Bachmid di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (6/10).

Pemohon merasa dirugikan dengan norma dalam Pasal 41 UU Kewarganegaraan yang menyebutkan bahwa anak hasil dari perkawinan campur yang belum berusia 18 tahun atau belum menikah, memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat empat tahun setelah Undang-Undang tersebut diundangkan.

Sementara itu Gloria yang baru berusia 16 tahun belum memenuhi syarat administrasi untuk dapat memilih kewarganegaraan antara warga negara Indonesia (WNI) mengikuti kewarganegaran Pemohon selaku ibu kandungnya, atau memilih sebagai warga negara Perancis mengikuti kewarganegaraan ayah kandungnya.

Pemohon berpendapat bahwa kondisi tersebut telah membuat status Gloria dipersoalkan terkait dengan memperoleh pelayanan administrasi maupun kegiatan yang menyangkut kenegaraan.

“Akibat dipersoalkan status kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak Pemohon, menimbulkan kerugian langsung bagi diri Pemohon dan atau anak Pemohon yang belum dewasa dengan tidak bisa menjadi anggota Paskibraka pada Upacara Pengibaran Bendera Merah Putih tanggal 17 Agustus 2016,” ujar Bachmid.

Padahal negara memberikan pengakuan kewarganegaraan ganda pada anak yang belum berusia 18 tahun secara otomatis, yang disebutkan dalam Pasal 6 ayat (1) UU Kewarganegaraan, jelas Bachmid.

Lebih lanjut Pemohon menyebutkan bahwa Pasal 41 UU Kewarganegaraan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan (4) UUD 1945.

Dalam petitumnya, Pemohon kemudian meminta Mahkamah agar menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya.

“Menyatakan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Bachmid.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid