“Implikasi selanjutnya apa, kalau bengkelnya enggak benar bagaimana, nanti yang dulu terulang lagi. Karena tidak terkontrolnya uji KIR kan dulu terjadi. Taksi dulu juga perorangan. Jangan sampai nanti konsumen atau pelanggan jadi dirugikan kalau tidak ada kontrol itu,” katanya.

Selain itu, lanjut dia, apabila peraturan terus diganti maka akan mengganggu iklim bisnis karena para pengemudi yang sudah patuh pada peraturan, misalnya memiliki SIM A Umum, kemudian tidak diperpanjang karena peraturan tersebut sudah tidak berlaku seiring dengan peraturan menteri (PM) yang lagi-lagi dibatalkan.

“Kita setuju dengan relaksasi peraturan di dalamnya. Tapi tetap juga menjaga konektivitas angkutan yang lain. Jangan satu harus lebih penting atau didahulukan ke yang lain nanti ruwet sendiri kita,” katanya.

Pasalnya, Adrianto mengatakan, persoalan peraturan taksi daring sudah berjalan tiga tahun dan tiga kali PM dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Apabila itu terus terjadi, menurut dia, perhatian terhadap angkutan lainnya akan terbaikan.

“Harapan kami mudah-mudahan ini bisa berjalan supaya jenis angkutan lain bisa mendapatkan perhatian juga, kan tiga tahun mengurusi transportasi yang satu ini. Padahal PM 32 kita itu masih banyak yang belum selesai,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid