Jakarta, 05/7 (ANTARA) – Sejumlah organisasi perempuan di Tanah Air mendesak agar Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera ditetapkan menjadi RUU Inisiatif DPR dalam rapat paripurna DPR pada pertengahan Juli 2020.
“Seperti kita ketahui rapat Baleg DPR pada 1 Juli menetapkan draf RUU PPRT diajukan ke rapat paripurna DPR pada pertengahan Juli. Kami sangat berharap segera ditetapkan sebagai RUU Inisiatif DPR,” ujar Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Nasional-Pekerja Rumah Tangga, Lita Anggraini dalam konferensi pers di Jakarta, Ahad (5/7).
Lita mengatakan jika sudah ditetapkan sebagai RUU Inisiatif DPR, maka terbuka jalan agar RUU tersebut dibahas secara bersama-sama dengan pemerintah. Selama kurang lebih 16 tahun RUU tersebut terkatung-katung tidak jelas nasibnya.
“Ini sudah kita tunggu sejak 16 tahun yang lalu. Kita berharap ini merupakan jalan untuk perlindungan pekerja rumah tangga,” terang dia.
Selama ini, kata Lita, pekerja rumah tangga tidak jelas jam kerjanya. Bahkan ada yang bekerja dari pagi sampai tengah malam. Pekerjaannya pun tidak ada batasannya, mulai dari membersihkan rumah hingga menjaga anak. Selain itu, banyak pekerja rumah tangga yang tidak terlindungi jaminan kesehatan. Akan tetapi belum ada perlindungan bagi pekerja rumah tangga.
“Ini menunjukkan bahwa pekerja rumah tangga belum dimasukkan sebagai bagian dari pembangunan bangsa,” kata Lita.
Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Dr Giwo Rubianto Wiyogo, mengatakan pekerjaan rumah tangga merupakan pekerjaan yang rawan dan rentan dalam perlindungan hukum karena masih ada ditemukan kekerasan, eksploitasi, wilayah kerja domestik, pembatasan kebebasan dan akses untuk mendapatkan informasi, maupun tanpa pengawasan pemerintah.
“Padahal jumlah pekerja rumah tangga sangat banyak, yakni mencapai 4,2 juta, yang mana sebanyak 84 persen adalah perempuan dan sebanyak 14 persen dari jumlah perempuan itu merupakan anak dibawah usia 18 tahun,” kata Giwo.
Oleh karena itu, kata Giwo, Kowani sebagai organisasi federasi Perempuan yang tertua dan terbesar menaruh perhatian serius terkait perlindungan pekerja rumah tangga.
“Kowani harus memperjuangkan hak dan kewajiban yang seimbang, karena Kowani mewakili perempuan Indonesia, maka dari itu memperjuangkan agar rancangan tersebut segera di Undang-undangkan,” Imbuhnya.
Kowani berharap dengan disahkannya RUU tersebut, maka meningkatnya keterlibatan pemerintah sangat diperlukan. Indonesia, lanjut Giwo, sebagai salah satu negara hukum mengharapkan adanya hak dan kewajiban PRT diatur dalam undang undang demi tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Adanya UU Perlindungan PRT merupakan bentuk kehadiran negara dalam perlindungan situasi kerja warga negara yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Pekerja rumah tangga juga bagian dari soko guru perekonomian lokal, nasional dan global.
Dalam waktu kurun waktu tiga tahun terakhir dari Januari 2018 sampai dengan April 2020, tercatat 1.458 kasus kekerasan pekerja rumah tangga yang bisa dilaporkan dengan berbagai bentuk kekerasan, dari psikis, fisik, ekonomi dan seksual serta pelecehan terhadap profesinya.
Perwakilan dari Maju Perempuan Indonesia, Lena Maryana, mengatakan jika RUU PPRT menjadi RUU inisiatif DPR RI dan dibahas bersama Pemerintah hingga terwujud menjadi UU, maka akan menjadi kunci perubahan untuk pengakuan dan perlindungan pekerja rumah tangga sebagai pekerja dan keadilan sosial bagi mereka.
Lena mengatakan adanya Undang-undang PPRT itu merupakan bentuk hadirnya negara dalam perlindungan dan pemenuhan hak-hak PRT sebagai pekerja, penghapusan diskriminasi, eksploitasi, kekerasan dan perendahan terhadap pekerjaan PRT dan PRT, mengatur hubungan kerja PRT dan pemberi kerja dengan hak dan kewajiban PRT dan pemberi kerja, dan memperkuat perlindungan bagi PRT Migran di negara tujuan.(Antara)