Kami setuju keadilan perlu ditegakan terkait keserakahan penguasaan jutaan hektare lahan oleh segelintir taipan, saudagar dan perusahaan asing yang di-back up oleh para “marsose” dan “bodyguard” politik yang dibayar secara recehan. Karena serakahan tersebut telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang sangat hebat dan telah memakan korban jiwa, bahkan puluhan juta orang terserang ISPA sangat akut, tak bisa bekerja di laut maupun di darat, demikian juga anak anak sekolah harus diliburkan.

Namun, sebagai Menkopolhukam, pernyataan: “Masa pemerintah yang mau madamin ? Kalau kau bilang ini bencana nasional, enak di mereka”, adalah sebuah pernyataan sangat picik, tidak bertanggungjawab dan tidak pantas keluar dari mulut seorang pejabat negara setingkat Menkopolhukam.

Rakyat (khususnya anak bayi, ibu hamil dan para lansia) di Riau dan Kalimantan sedang bertarung nyawa dan kesehatannya melawan asap pekat, sementara di Jakarta, Pemerintah yang diamanatkan oleh konstitusi “melindungi segenap tumpah darah Indonesia” masih berpikir untung rugi mirip pedagang klontongan dalam mengambil sebuah kebijakan untuk tindakan penyelamatan.

Sebagian para pembela pemeritah malah sibuk menebar argumentasi sampah bahwa kebakaran hutan adalah isu yg dimainkan oleh kekuatan anti pemerintah, karena kebakaran hutan telah berlangsung puluhan tahun, jadi tidak pantas disalahkan kepada Presiden Jokowi.

Masalahnya, jika sudah tahu pembakaran hutan dan lahan rutin terjadi di saat musim panas, apalagi BMKG telah memprediksi akan terjadi elnino panjang dalam beberapa bulan ke depan, kenapa pemerintah tidak melakukan antisipasi pencegahan untuk meminimalisasi pembakaran lahan atau kebakaran hutan akibat elnino.

Bukankah di sejumlah negara yang pemerintahnya punya jiwa tanggungjawab, dalam menghadapi bencana seperti anging topan dengan kecepatan tinggi saja bisa diprediksi kedatangannya, melakukan antisipasi dengan evakuasi terhadap penduduk untuk meminimalisasi korban? Kenapa untuk urusan elnino, panas dan asap yg sudah terprediksi tak bisa dicegah untuk meminimalisasi pembakaran lahan dan korban jiwa?

Berangkat dari pernyataan Menkopolhukam di atas, kami menilai pemerintahan Joko-Kalla tidak bertanggungjawab belindungi segenap tumpah darah Indonesia yg diamantkan oleh konstitusi, telah melakukan pembiaran terhadap pembakaran lahan dan pembiaran terhadapan jatuhnyannya korban jiwa akibat dari asap pekat.

Karena itu, kami mendesak Presiden Joko untuk bertanggungjawab dengan membatalkan rencana kunjungan kerja ke Amerika Serikat dan memimpin langsung proses penyelamatan terhadap rakyat di Kalimatan dan Sumatera yang saat tak bisa lagi bernapas akibat dikepung asap pekat.

Kunjungan kerja Presiden ke Amerika Serikat akan mempermalukan diri Presiden Jokowi di dunia internasional yang sangat sensitif dengan isu lingkungan hidup, karena di saat yang sama sedang berlangsung bencana pembakaran lahan dan hutan, asap dan kekeringan yang terjadi di seluruh Indonesia yang mengancam keselematan rakyat Indonesia, yang tidak tertangani secara kompeten dan maksimal oleh pemerintahan Joko-Kalla.

Terkait sangsi terhadap pembakaran lahan yang sengaja dilakukan oleh perusahaan perusahaan perkebunan, kami serukan kepada penegak hukum untuk selain menghukum penjara seumur hidup para pemilik lahan dan perusahaan yang membakar lahan. Pemerintah Joko juga harus tegas menegakan keadilan sebagaiman yang disampaikan Menkopolhukam Luhut, yaitu mencabut izin dan mengambilalih seluruh lahan dan kebun yang menjadi milik perusahaan yang sengaja membakar lahan untuk menjadi milik negara sebagai ganti rugi atas berbagai kerugian lahir maupun batin yang diderita oleh rakyat maupun negara.

Terakhir, dalam kasus pembakaran lahan dan penanganan Asap, lagi-lagi Presiden Joko, Wapres JK dan para menterinya menunjukan dirinya tidak bertannggungjawab dan tidak kompeten dalam memimpin negara dan mengurus rakyat.

Oleh: Haris Rusly, Petisi 28

Artikel ini ditulis oleh: