Bali, Aktual.com – Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menantang debat pihak-pihak yang menentang proyek reklamasi Teluk Jakarta. Alasannya, agar pihak-pihak yang menolak itu menunjukan alasan di balik penolakan mereka.
“Mari kita berdebat. Jadi gini, anda boleh mengatakan tidak, alasan anda apa? Harus adil. Kalau ada yang dikatakan enggak baik, oke. Lalu yang baik yang mana? Sampaikan dong,” ucap Ahok di acara pembangunan pariwisata, di Badung, Bali, Jumat (2/10).
Jika memakai logika Ahok, proyek reklamasi adalah upaya untuk membenahi laut supaya bersih dan nyaman, sehingga bisa digunakan untuk pariwisata. Dimana diakuinya Pemprov DKI ingin mengembangkan sektor pariwisata di kawasan Kepulauan Seribu. Masih memakai logika Ahok, dirinya yakin betul kalau negara-negara lain juga menggunakan cara reklamasi untuk untuk membersihkan pantai.
“Untuk DKI tentu kami akan kembangkan Kepulauan Seribu, termasuk pengembangan infrastruktur. Kita harus bersihkan laut-laut yang kotor. Kalau ada tempat yang banyak sampah, lumut, yang terkontaminasi, kita harus reklamasi. Seluruh dunia seperti itu,” ujar dia.
Kata dia, reklamasi Teluk Jakarta bertujuan untuk mendukung sektor pariwisata seperti di negara-negara seperti Singapura, China, Dubai, dan Belanda.
Jawaban atas tantangan Ahok sebenarnya sudah pernah dilontarkan pakar Ilmu Kelautan dari Institut Pertanian Bogor, Alan F Koropitan. Seperti diberitakan sebelumnya, Alan mengatakan, kalangan akademisi terutama kelautan pada dasarnya berprinsip proyek reklamasi dan Giant Sea Wall di Teluk Jakarta tidak ada artinya apa-apa untuk kepentingan lingkungan. Melainkan hanya untuk kepentingan bisnis properti.
Dalih untuk melindungi Jakarta dari rob, ujar Alan, juga sudah berkali-kali terbantahkan.
Lektor Kepala Bidang Oseanografi IPB ini juga mengingatkan pemerintah, baik pusat ataupun Pemprov DKI, harus berani bertanggung jawab jika tetap memaksakan proyek tersebut.
Jika di kemudian hari setelah proyek itu jadi dan dampaknya merugikan masyarakat Jakarta, maka pemerintah sekarang yang meloloskanlah yang harus tanggung jawab. Bukan malah nantinya membebani masyarakat Jakarta pakai dana APBD untuk penanggulangannya.
“Tidak boleh nantinya melarikan diri begitu saja setelah dapat keuntungan dari pengembang tapi tidak mau tanggung jawab,” ucap dia, pertengahan September lalu.
Ucapan bernada kesal itu disampaikan Alan, lantaran dia merasa pemerintah seperti tidak mau mendengar masukan dari kalangan akademisi yang memang memahami persoalan di pesisir pantai Teluk Jakarta. “Kalau ternyata saran kita tidak didengar ya mereka harus bertanggung jawab atas akibatnya nanti kalau Teluk Jakarta berubah jadi kubangan besar,” ucap dia.
Ditambahkan dia, “Saya tidak bisa memahami logika pemerintah yang seperti itu. Itu mau dibuat GSW dan reklamasi, memangnya mau pakai pompa sekuat apa buat membuang airnya? Belum pengolahan limbahnya nanti, siapa yang mau danain? Kita bertanya-tanya soal itu tapi belum ada jawaban.”
Artikel ini ditulis oleh: