Jakarta, Aktual.com —Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia Chairul Huda menyatakan kewenangan Jaksa Agung yang dapat mengesampingkan perkara demi kepentingan umum (deponering) harus diperjelas karena berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.
“Kewenangan ini harus diperjelas, karena tidak cukup jelas apa itu maksud dari kepentingan umum,” kata Chairul usai memberikan keterangan sebagai ahli pemohon dalam persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (11/5).
Selanjutnya Chairul menyebutkan bahwa frasa ‘kepentingan umum’ yang terdapat dalam Pasal 35 huruf c UU Kejaksaan Agung, seharusnya dijelaskan sebagai kepentingan lembaga-lembaga negara dan kepentingan masyarakat luas yang diwakili oleh lembaga-lembaga negara yang berwenang.
“Karena tanpa tafsir yang konstitusional, ketentuan ini dapat digunakan oleh Jaksa Agung secara subjektif dengan mengabaikan faktor-faktor objektif,” kata Chairul.
Chairul merupakan ahli dari pihak pemohon yang mengajukan permohonan uji materi UU Nomor 16 Tahun 2014 tentang Kejaksaan Republik Indonesia di Mahkamah Konstitusi.
Pemohon dari perkara ini adalah warga negara Indonesia yaitu Irwansyah Siregar dan Dedi Nuryadi, yang sebelumnya pernah dipidana dalam kasus pencurian sarang burung walet di Bengkulu, dan merasa dirugikan atas kewenangan Jaksa Agung yang dapat mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.
Sebelumnya pada 18 Februari 2004, para pemohon dan beberapa temannya ditangkap dan mengalami penyiksaan berupa penembakan oleh aparat kepolisian yang dipimpin oleh Novel Baswedan. Atas hal tersebut pemohon kemudian menuntut Novel Baswedan.
Surat dakwaan atau berkas perkara penembakan enam orang dengan tersangka Novel Baswedan tersebut telah dilimpahkan oleh Jaksa Penuntut Umum ke Pengadilan Negeri Kota Bengkulu.
Berkas tersebut kemudian ditarik dengan alasan untuk diperbaiki, tapi pada kenyataannya berkas perkara tersebut tidak pernah dikembalikan ke Pengadilan Negeri Bengkulu.
Kemudian Jaksa Penuntut Umum kemudian mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan dengan alasan tidak cukup bukti dan telah kadaluarsa.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid