Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Achmad Rifai mengabulkan sebagian permohonan PT Victoria Securities Indonesia (VSI), ihwal penggeledahan yang dilakukan penyidik Kejaksaan Agung saat sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, selasa (29/9/2015). Hakim memutuskan, bahwa penggeledahan yang dilakukan Kejaksaan Agung di kantor PT VSI telah melanggar Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), lantaran tidak sesuai dengan izin penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com — Kejaksaan Agung kembali menyita sejumlah barang milik PT Victoria Securities Indonesia pada 9 Oktober 2015 lalu. Menurut pihak Victoria penyitaan itu dilakukan tanpa menunjukan surat penetapan dari Ketua Pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Menanggapi hal tersebut, pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia Muzakir menegaskan, jika penyitaan tanpa surat penetapan itu benar dilakukan, seharusnya penyidik yang menggeledah harus dapat hukuman.

“Secara internal Kejaksaan, Jaksa yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi admistrasi, karena secara menyalahgunakan wewenang sebagai penyidik,” kata Muzakir ketika dihubungi, Sabtu (24/10).

Sebelumnya, Muzakir juga sudah mengungkapkan bahwa tindakan penyitaan yang lakukan anak buah Muhammad Prasetyo itu, telah melanggar hukum. Pasalnya, surat penetapan pengadilan merupakan dasar hukum pihak Kejagung untuk melakukan penyitaan.

“Seharusnya diajukan permohonan penyitaan lagi ke pengadilan dan atas dasar izin pengadilan, jaksa melakukan penyitaan barang,” ujar dia.

Pasalnya, sesuai dengan putusan praperadilan Nomor 81/PID.PRAP/2015/PN.JKT.SEL pada 29 Agustus lalu, menyatakan bahwa penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan pihak Kejagung pad 12-14 dan 18 Agustus tidak sah.

Pada 9 Oktober lalu, pihak Kejagung kembali menyambangi kantor PT VSI yang terletak di Panin Tower, Senayan City. Mereka berdalih akan mengembalikan seluruh barang-barang yang sempat disita.

Namun, bukannya malah mengembalikan barang-baran yang telah disita, pihak Kejagung justru kembali menyita barang-barang yang baru saja dikembalikan, tanpa menunjukkan surat penetapan penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu