Jakarta, Aktual.com — Adanya permintaan dari pihak Tiongkok terhadap pemerintah Indonesia soal pemberian jaminan pemerintah dan alokasi pembagian risiko proyek kereta cepat, dianggap tak sesuai dengan Peraturan Presiden No. 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung.
Bukan hanya itu, permintaan Tiongkok ini juga tak sesuai dengan komitmen awal antara Indonesia dan Tiongkok, yang sebelumnya tidak memasukkan penjaminan pemerintah Indonesia sebagai bagian dari kesepakatan.
Sikap inkonsisten ini berpotensi merugikan keuangan negara, apabila proyek mengalami kegagalan atau kerugian dalam operasionalisasinya.
“KA cepat dikemudian hari tidak berhasil bayar hutang China maka, ‘kerugian negara’ karena ‘BUMN diambil alih asing’ tanggung jawab Menteri BUMN (Rini Soemarno) 100 peresen,” ujar Pakar hukum pidana dari Universitas Padjajaran Prof Romli Atmasasmita ketika berbincang, Selasa (2/2).
Terlebih, jika Kementerian Perhubungan dibawah komando Ignasius Jonan tak menyepakati proyek tersebut. Maka dalam hal ini Menteri BUMN telah melakukan pelanggaran.
“Jika benar Mehub tidak ikut acc proyek KA cepat dan langsung ditangani Meneg BUMN, maka pelanggaran Ortala K/L tidak sesuai Keppres,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby