Saat ini banyak orang yang menjadikan konten-konten media sosial sebagai standar nilai sosial, khususnya yang berkaitan dengan penampilan.
Standar yang muncul dari media sosial tersebut, kata dia, sejatinya yang memicu tekanan pada remaja untuk memaksa menampilkan diri mereka sedemikian rupa sesuai dengan apa yang ia lihat di media sosial. Faktor itu pula yang membuat mereka kehilangan kepercayaan diri jika tidak mampu memenuhi standar tersebut.
Sementara itu, pakar psikologi klinis, Sofia Retnowati menjelaskan beberapa tanda depresi pada remaja antara lain perubahan dalam sikap dan perilaku, turunnya rasa percaya diri, serta adanya kesulitan untuk berkonsentrasi.
Selain media sosial, menurut dia, situasi sehari-hari yang dihadapi individu dapat menjadi pemicu stres.
Agar tidak berujung pada depresi, menurut dia, seseorang perlu menemukan cara untuk menghadapi pemicu tersebut dengan baik dan menciptakan kondisi yang baik bagi kesehatan mental, misalnya dengan berolahraga atau meningkatkan interaksi sosial.
“Saat ini orang bisa duduk bersama tapi sibuk dengan ‘gadget’ mereka masing-masing, bukannya saling berinteraksi, padahal dukungan sosial ini yang perlu kita tingkatkan,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid