Jakarta, Aktual.com – Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengaku merenung sejenak ketika mendengar kabar bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Presiden Joko Widodo, untuk mengintervensi DPR yang kini telah memutuskan untuk menggunakan hak angketnya terhadap KPK.
“Saya berpendapat permintaan seperti itu seyogianya tidak dilakukan oleh KPK mengingat keberadaan KPK sebagai lembaga penegak hukum. Melakukan angket adalah hak dan sekaligus kewenangan DPR sebagai lembaga legislatif untuk melakukan pengawasan yang diatur di dalam UUD 1945 dan hukum yang berlaku,” kata Yusril dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/6).
Fokus pengawasan melalui penggunaan hak angket itu, kata Yusril, adalah terhadap kebijakan pemerintah dan terhadap pelaksanaan norma suatu undang-undang. KPK, katanya, dibentuk dengan undang-undang dan karena itu, DPR dapat menggunakan hak angketnya untuk menyelidiki sejauh manakah undang-undang tersebut telah dilaksanakan.
“Karena itu, hemat saya, marilah kita menghormati suatu lembaga negara, ketika mereka menjalankan tugas dan kewenangannya yang diberikan oleh konstitusi. Kalau DPR sudah memutuskan penggunaan angket, maka tidak ada lembaga lain yang dapat menghentikan dan atau mengintervensinya, kecuali atas amar putusan pengadilan yang setelah memeriksa suatu gugatan menyatakan bahwa penggunaan hak angket tersebut dalam menyelidiki suatu kasus bertentangan dengan norma hukum yang berlaku.”
Sebagai sebuah lembaga penegak hukum, lanjut Yusril, seyogianya KPK bertindak di atas hukum dan konstitusi dan tidak melakukan upaya-upaya di luar hukum seperti meminta presiden untuk mengintervensi DPR ketika akan menggunakan hak angket yang dijamin oleh UUD 45 dan hukum yang berlaku.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu