Hakim tunggal Effendi Mukhtar mendengarkan pernyataan saksi ahli Hukum Pidana dari Universitas Parahyangan Bandung Djisman Samosir saat sidang praperadilan yang diajukan Gunawan Jusuf dengan termohon Dit. Tipidum Bareskrim Polri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (12/1). Djisman Samosir menilai praperadilan yg di ajukan pemohon kepada termohon yakni Bareskrim Polri merupakan langkah hukum yang tidak tepat, karena mengingat status pelapor masih sebagai saksi dalam kasus sengketa tanah dan polisi berkewajiban menindaklanjuti laporan yang diterimanya. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pakar hukum tindak pidana pencucian uang Yenti Garnasih menilai langkah penghentian kasus dugaan penggelapan dan TPPU dengan terlapor pengusaha Gunawan Jusuf merupakan tindakan yang janggal.

Yenti menilai Kejaksaan Agung agak terburu-buru dalam mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang ditujukan kepada penyidik Bareskrim Polri yang menangani kasus ini. Meski diakuinya kasus ini sudah lama terjadi yaitu 18 tahun lalu.

“Saya ikuti juga kasus ini. Kasusnya terjadi 1999, pernah dilaporkan 2004, terus dilaporkan lagi tahun lalu, memang sudah cukup lama,” ujarnya, Jumat (21/12).

Yenti berpendapat, tindakan yang tidak biasa dilakukan oleh Kejagung adalah saat dikeluarkannya SP3 padahal polisi baru menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP).

“Baru SPDP tapi sudah di-SP3, padahal kan belum apa-apa, didalami juga belum. Ini kan agak janggal,” tuturnya.

Sedangkan alasan bahwa kasus sudah kedaluwarsa, kata Yenti, dapat dijadikan alasan karena selama ini kejaksaan atau polisi mungkin berpendapat bahwa waktu 18 tahun sudah sangat lama.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid