Foto udara suasana proyek pembangunan reklamasi Teluk Jakarta di Pantai Utara Jakarta, Minggu (28/2). Meskipun menuai pro dan kontra, tapi proyek reklamasi di Teluk Jakarta terus berjalan dan rencananya akan rampung pada akhir tahun 2018 mendatang, dimana 10 pulau buatan telah mengantongi izin reklamasi dan amdal, sementara tujuh pulau buatan lainnya masih dalam proses pengajuan amdal dan reklamasi. ANTARA FOTO/Andika Wahyu/foc/16.

Jakarta, Aktual.com – Pakar Oseanografi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Alan Koropitan, mengatakan reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta, sebaiknya dihentikan. Sebab, sudah ada dua negara yang menyesal melakukan reklamasi yakni Korea Selatan dan Jepang.

“Seperti Korea Selatan, akhirnya moratorium setelah reklamasi. Jepang juga, mereka menyesal dan melakukan restorasi setelah melakukan reklamasi masif,” ujar Alan di Jakarta, Sabtu (9/4).

Selain itu, kata Alan, dampak besar akibat reklamasi adalah terjadinya sedimentasi (pengendapan). Hal itu, kata dia, malah semakin membuat masalah ibukota semakin memburuk.

“Itu kan jadi tersumbat di muara-muara, akan membuat banjir, karena air yang masuk dari hulu ketahan, hingga ada limpahan, jadi banjir,” katanya.

Selain itu, tambah Alan, dampak dari reklamasi adalah penurunan kualitas air akibat logam berat dan bahan organik yang berdampak pada kematian ikan dan penurunan kecepatan arus sehingga proses sirkulasi air tidak berjalan dengan lancar.

“Kematian ikan karena pengaruh logam berat dan bahan organik, terjadi penurunan arus sehingga material yang masuk dari sungai cenderung tertahan di situ (teluk),” katanya.

Dalam upaya pengembalian fungsi lingkungan di Teluk Jakarta, kata dia, seharusnya dilakukan restorasi sesuai dengan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

“Seharusnya direstorasi, bukan direklamasi,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh: