Foto udara suasana proyek pembangunan reklamasi Teluk Jakarta di Pantai Utara Jakarta, Minggu (28/2). Meskipun menuai pro dan kontra, tapi proyek reklamasi di Teluk Jakarta terus berjalan dan rencananya akan rampung pada akhir tahun 2018 mendatang, dimana 10 pulau buatan telah mengantongi izin reklamasi dan amdal, sementara tujuh pulau buatan lainnya masih dalam proses pengajuan amdal dan reklamasi. ANTARA FOTO/Andika Wahyu/foc/16.

Jakarta, Aktual.com — Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Bengkulu Juanda menilai masalah reklamasi, yang kini mencuat menjadi kasus korupsi diakibatkan kekacauan norma hukum dalam beberapa undang-undang yang mengatur tentang zonasi dan penataan kawasan pantai utara Jakarta.

“Saya tidak menyalahkan Pemprov DKI, saya melihat ini ada salah penafsiran tentang kewenangan yang diberikan perundangan kita,” ujarnya di acara diskusi di Jakarta, Sabtu (9/4).

Sebagai contoh, beberapa pasal yang mengatur tentang tata ruang dalam Keppres 52/2015 telah dibatalkan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek Punjur).

Perpres tersebut menyatakan bahwa Jabodetabek Punjur merupakan kawasan strategis nasional dimana kewenangannya berada di tingkat kementerian.

Namun, Pemprov DKI tetap mengacu pada Keppres 52/2015 sebagai dasar hukum, karena kewenangan gubernur mengelola proyek reklamasi masih tercantum dan berlaku menurut undang-undang tersebut.

“Kekacauan hukum ini harus segera diselesaikan dengan mencabut baik keppres dan perpres yang bermasalah tersebut, kemudian membuat peraturan baru disesuaikan dengan kondisi saat ini,” ujar Juanda.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Wisnu