“Sehingga tidak mengekor pada AS maupun China yang sedang mengalami perang dagang,” ujar dia.

Di dalam negeri Indonesia, lanjut Rezasyah, sudah terlahir kekuatiran dari kalangan birokrasi, dunia usaha, dan masyarakat luas, akan dampak jangka panjang dari perang dagang ini, sehingga merugikan ekspor Indonesia ke negara tersebut diatas, serta prospek menurunnya investasi dari kedua negara ini atas Indonesia.

Dari kalangan birokrasi Indonesia, sudah mengemuka ide untuk mengambil manfaat dari perang dagang, dengan cara membuat konsesi secara terpisah, namun dalam kerangka hubungan bilateral yang telah ada, seperti Strategic Partnership dan Comprehensive Partnership.

“Sayangnya, di kalangan pemerintah dan dunia usaha di Indonesia, belum ada kesepakatan atas prakarsa ekonomi, perdagangan, dan investasi seperti apakah yang perlu dilakukan, mengingat RI tidak dalam kapasitas yang berani berseberangan dengan AS maupun China,” kata dia.

Kebijakan Indonesia sudah benar, karena tidak berpihak pada salah satu, namun mencoba mengambil manfaat dari perusahaan AS yang merasa dirinya terganggu dalam berusaha di China, dengan cara mengundang mereka berinvestasi di Indonesia.

“Hal yang sama juga dilakukan pada perusahaan asal China,” pungkas dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid