Yogyakarta, Aktual.com – Jika Bapak Ilmu Hukum Lingkungan Indonesia Prof Koesnadi Hardjasoemantri masih hidup, tentu akan menangis melihat proyek reklamasi Teluk Jakarta.

Ucapan itu disampaikan Guru Besar Hukum Pidana UII Yogya, Prof Dr Mudzakkir lantaran gusar dengan proyek reklamasi Teluk Jakarta yang membuat kawasan pantai utara Jakarta rusak. “Lingkungan hidup rusak dan itu akan menyengsarakan untuk selamanya di masa depan,” kata Mudzakkir, kepada Aktual.com, di Yogyakarta, Minggu (22/5).

Di sisi lain, Mudzakkir menilai Komisi Pemberantasan Korupsi justru masih setengah hati menangani kasus di proyek nilainya mencapai Rp500 triliun ini. “Saya nggak bangga dengan hasil kerja KPK sementara ini,” kata dia.

Mudzakkir menilai KPK belum beri perhatian serius atas pelanggaran lingkungan hidup di proyek reklamasi. “Padahal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah jelas menemukan banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pengembang,” ucap dia.

Karena itu, Mudzakkir mengkritik parameter lembaga antirasuah dalam menangani tindak pidana korupsi dan kejahatan lingkungan yang masih cenderung bias tergantung selera.

Kejahatan yang membahayakan alam semesta

Dituturkan dia, saat ini kejahatan atau pelanggaran terhadap lingkungan hidup masuk ke dalam fase membahayakan alam semesta. Pelanggaran atas UU Lingkungan Hidup yang awalnya hanya murni administrasi, sekarang pun sudah bisa dijerat sanksi pidana. “Dulu sanksi pidana kejahatan lingkungan itu sifatnya ultimum remedium,” kata dia.

Ultimum remedium adalah salah satu asas di hukum pidana Indonesia yang mengatakan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum.

Tapi karena tingkat bahaya kerusakan akibat pencemaran lingkungan hidup sudah tinggi, maka ketentuannya berubah menjadi primum remedium (hukum pidana diberlakukan sebagai pilihan utama).

Baca: “KPK Dibubarkan Saja, Jika Coba-coba ‘Bonsai’ Kasus Reklamasi”

Artikel ini ditulis oleh:

Nelson Nafis