Pratama mengatakan bahwa penggunaan akun abal-abal beragam. Paling tidak, ada tiga model penggunaan, yaitu sebagai akun penipuan, akun “buzzer”, dan akun yang menyebarkan berita bohong (hoaks).
Akun Facebook dan Instagram, misalnya, banyak dipakai sebagai akun penipuan, terutama mengaku sebagai toko daring (online shop). Bahkan, dalam beberapa kasus, sering juga ditemui akun abal-abal menipu pengguna lain, misalnya diajak bertemu, berkencan, dan sering terjadi tindak asusila atau kejahatan lain.
Untuk Twitter sendiri, katanya lagi, akun abal-abal banyak dipakai sebagai “buzzer” yang sekadar melakukan “retweet”. Ada pula akun anonim yang menjadi sumber informasi hoaks yang disebar dan di-“retweet” oleh akun abal-abal lainnya.
“Di Twitter mudah mengenali akun abal-abal, biasanya mereka memiliki nama yang tidak lazim. Ada perpaduan angka yang acak, misalnya @ratna97353 dan semacamnya,” kata Pratama.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid