Sidang kabinet paripurna terakhir di IKN. Menteri Pertahanan yang juga Presiden Terpilih Prabowo Subianto (kedua kiri) berbincang dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (kedua kanan) sebelum mengikuti sidang kabinet paripurna terakhir di Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Jumat (13/09/2024). Dalam sidang kabinet terakhir dari Kabinet Indonesia Maju itu Presiden Joko Widodo menyampaikan terima kasih atas dedikasi anggota kabinet, Panglima TNI dan Kapolri dalam melaksanakan program dan visi presiden dan wapres serta mengingatkan untuk menuntaskan program kerja utama yang sudah dimulai baik berkaitan dengan serapan, administrasi pertanggung jawaban, dan kendala yang belum terselesaikan. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/tom.

Jakarta, aktual.com – Analis komunikasi politik sekaligus Direktur Eksekutif Era Politik (Erapol) Indonesia Khafidlul Ulum mengemukakan rencana pembentukan kabinet zaken oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto sebagai gimik politik semata.

“Jika dicermati lebih dalam, rencana itu akan sulit terwujud dan hanya gimik politik semata agar pemerintahan ke depan dicitrakan sebagai pemerintahan yang baik, serius mengelola negara, dan memberi pelayanan yang baik bagi rakyat,l katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (13/9).

Menurut dia, alasan pertama rencana pembentukan kabinet zaken oleh Prabowo tidak dapat terwujud karena mempertimbangkan realita politik nasional.

Seharusnya, kata Khafidlul, yang mengisi posisi di pemerintahan nanti adalah para ahli saja, bukan representasi partai politik. Akan tetapi, realitanya tidak seperti itu.

“Hal itu tidak sesuai dengan realitas politik yang ada. Tidak mungkin Prabowo meninggalkan partai politik dalam penyusunan kabinet,” jelasnya.

Alasan kedua, lanjut dia, Prabowo dinilai akan membagi kursi dan jabatan kepada koalisi pendukungnya saat Pemilu 2024. Terlebih, koalisi Prabowo merupakan koalisi gemuk dibandingkan peserta Pemilu 2024 lainnya.

“Bergabungnya partai-partai itu salah satu tujuannya adalah agar mendapat jatah menteri atau kepala lembaga di pemerintahan nanti. Untuk apa mereka mendukung dan bergabung kalau tidak mendapatkan jabatan di pemerintahan?” katanya.

Walaupun demikian, dia mengatakan bahwa bisa saja terdapat para ahli yang menjadi kader partai politik, tetapi sebagian bukan elite atau senior partai sehingga dinilai belum waktunya menjadi menteri.

“Jika hal itu dipaksakan maka akan terjadi gesekan di internal partai sebab elite partai yang seharusnya ditunjuk jadi menteri malah terpental,” jelasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain