Ratusan umat muslim dari berbagai elemen melakukan aksi didepan Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (1/2/2017). Dalam aksinya ratusan umat muslim melakukan mengawal Imam Besar FPI, Panglima LPI Munarman dan Ketua GNF-MUI Bachtiar Nasir untuk dimintai keterangannya terkait kasus pemufakatan makar yang menjerat Sri Bintang Pamungkas. AKTUAL/Munzir
Ratusan umat muslim dari berbagai elemen melakukan aksi didepan Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (1/2/2017). Dalam aksinya ratusan umat muslim melakukan mengawal Imam Besar FPI, Panglima LPI Munarman dan Ketua GNF-MUI Bachtiar Nasir untuk dimintai keterangannya terkait kasus pemufakatan makar yang menjerat Sri Bintang Pamungkas. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Tewasnya enam anggota laskar FPI akibat ditembak oleh aparat kepolisian saat mengawal Habib Rizieq Syihab di ruas Tol Karawang membuat sejumlah kalangan angkat bicara. Kali ini Pengkaji Geopolitik Hendrajit yang mengatakan bahwa Front Pembela Islam (FPI) bukan laskar bersenjata dan organ kekerasan.

“Lagipula, seburuk-buruknya citra FPI selama ini, tidak pernah jadi organ kekerasan apalagi laskar bersenjata,” ujarnya kepada aktualcom, Selasa (8/12). 

Sementara itu secara terpisah Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengungkapkan bahwa besarnya jumlah korban tewas dalam operasi Polri di atas menunjukkan masih banyak anggota Polri yang tidak menerapkan prinsip nesesitas dan proporsionalitas sebagaimana dimandatkan dalam Pasal 3 Perkap No. 1 Tahun 2009 maupun Pasal 48 Perkap Nomor 8 Tahun 2009.

Menurut Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti bahwa kesewenang-wenangan penggunaan senjata oleh anggota Polri telah mengabaikan hak masyarakat atas persamaan di hadapan hukum sebagaimana Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999.

“Atas peristiwa kematian enam orang tersebut, KontraS mengindikasikan adanya praktik extrajudicial killing atau unlawful killing dalam peristiwa tersebut. Penggunaan senjata api juga semestinya memerhatikan prinsip nesesitas, legalitas, dan proporsionalitas,” katanya ditulis Selasa (8/12).

“Terlebih lagi berdasarkan UN Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Official, penggunaan senjata api hanya diperbolehkan untuk tujuan melumpuhkan bukan membunuh,” tambahnya.

Karena itu, KontraS mendesak Kapolri Jenderal Idham Azis untuk melakukan proses hukum secara terbuka dan adil terhadap anggota kepolisian yang terbukti melakukan penembakan terhadap para korban.

“Kapolri juga harus memastikan bahwa tidak ada upaya tekanan dan ancaman baik secara fisik maupun psikis terhadap korban yang bertujuan untuk menghentikan proses hukum dan akuntabilitas internal Polri,” ucap Fatiya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid