Menko Perekonomian Darmin Nasution (kedua kanan), Sekretaris Kabinet Pramono Anung (kanan), Menteri Pariwisata Arief Yahya (kiri), dan Kepala BKPM Franky Sibarani (kedua kiri) memaparkan Paket Kebijakan Ekonomi ke-X di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (11/2). Paket kebijakan tersebut merevisi daftar negatif investasi (DNI) yang sebelumnya diatur dalam Perpres No 34/2014 yang bertujuan memberi perlindungan terhadap pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/kye/16

Jakarta, Aktual.com —  Pemerintah dirasa gegabah menerbitkan paket kebijakan ekonomi X yang membuka Daftar Negatif Investasi (DNI). Pasalnya, dengan adanya paket kebijakan ini bukannya mengatasi masalah malah menambah masalah baru.

“Paket Kebijakan Ekonomi ke-X ini belum menyasar akar permasalahan. Sehingga berpotensi menimbulkan masalah baru,” tandas ekonom dari Indef, Ahmad Heri Firdaus ketika dihubungi Aktual.com, Jumat (12/2).

Menurut Heri, pemerintah dirasa kurang peka dengan menerbitkan paket kebijakan ini. Karena dengan dibolehkannya 17 sektor-sektor usaha untuk dimiliki asing 100 persen bakal jadi masalah baru.

“Karena masih ada sektor-sektor yang belum waktunya untuk dikeluarkan dari DNI. Pemerintah sangat tergesa-gesa,” cetus dia.

Pasalnya, sektor-sektor yang belum boleh dikeluarkan dari DNI itu masih dalam tahap perkembangan dan belum memiliki daya saing yang kuat.

“Justru sektor itu perlu diproteksi oleh pemerintah untuk apat maju dan mampu bersaing dengan asing. Bukannya malah dibiarkan dikuasai asing,” tegas Heri.

Paket kebijakan ekonomi X yang diterbitkan kemarin membebaskan asing untuk memiliki 100 persen saham di 17 sektor usaha. Bahkan ada sektor-sektor yang strategis yang dapat dikuasai asing.

Sektor itu antara lain, restoran, industri perfilman, pengusahaan jalan tol, industri bahan obat, crumb rubbles, dan cold storage. Kebijakan ini telah merevisi DNI.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka