Jakarta, Aktual.com – Pemerintah mengumumkan paket deregulasi XIII yang berkaitan dengan penyediaan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Paket kebijakan ini diharapkan akan mendorong harga yang terjangkau, perijinan yang sederhana, regulasi yang sederhana, biaya pembangunan juga akan lebih murah, kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung saat pengumuman Paket Kebijakan XII di Kantor Kepresidenan Jakarta, Rabu (24/8).
Pramono mengatakan paket kebijakan XIII ini menjawab apa yang menjadi dasar yang harus dijalankan atau tanggungjawab negara yang berkaitan dengan salah satu kebutuhan pokok, yaitu sandang, papan, pangan.
“Ini berkaitan dengan papan (rumah),” kata Pramono.
Dengan paket kebijakan XIII ini, katanya, pemerintah berharap dapat direspon dunia perbankan dan pelaku usaha perumahan untuk menyediakan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan tujuan paket kebijakan ini adalah mendorong tercapainya target Program Pembangunan satu juta rumah, meningkatkan aksesibilitas masyarakat untuk mendapatkan rumah.
Paket kebijakan ini juga akan menyederhanakan perizinan dan mengurangi biaya serta waktu yang diperlukan untuk pengurusan izin pengembangan hunian murah, mengatur percepatan perizinan pembangunan rumah tapak bagi MBR di atas lahan maksimal 5 ha, sehingga peraturan yang akan disiapkan akan lebih mudah diimplementasikan dan mendorong iklim berusaha bagi badan hukum di bidang perumahan dan permukiman sekaligus dalam upaya mewujudkan pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Darmin mengungkapkan saat ini rata-rata kepemilikan rumah (ownership home rate) sebesar 78,7 persen, sisanya non milik (sewa/kontrak/numpang) dan 3,1 juta rumah tangga memiliki rumah lebih dari satu serta 11,8 juta rumah tangga tidak memiliki rumah sama sekali.
Menko Perokonimaian ini mengungkapkan saat ini masih terjadi keengganan pengembangan hunian mewah untuk melaksanakan kewajiban guna menyediakan hunian menengah dan hunian murah.
Hal ini dikarenakan untuk membangun hunian murah seluas 5 Ha memerlukan proses perizinan lama, yang saat ini terdapat 33 izin atau syarat dan memerlukan 769-981 hari serta biaya yang besar.
Untuk itu perlu adanya penyederhanaan perizinan bagi pembangunan rumah khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang juga didukung oleh berbagai Kementerian/Lembaga terkait dan Pemerintah Daerah.
Dengan demikian pemerintah mengeluarkan paket kebijakan XIII, yaitu yang akan menyederhanakan jumlah dan waktu perizinan dengan menghapus atau mengurangi berbagai perizinan dan rekomendasi yang diperlukan oleh pengembang untuk membangun rumah masyarakat berpenghasilan rendah.
Pada awalnya diidentifikasikan sebanyak 33 perizinan dan tahapan dideregulasi menjadi 11 perizinan guna mempercepat waktu penyelesaian proses perizinan.
Dengan pengurangan perizinan dan tahapan serta percepatan waktu proses perizinan tersebut maka waktu pembangunan MBR selama ini yang rata-rata mencapai 769-981 hari dapat dipercepat menjadi 44 hari.
Darmin menyebutkan perizinan yang dihilangkan menyangkut izin lokasi dengan waktu 60 hari kerja, rekomendasi peil banjir dengan waktu 30-60 hari kerja, persetujuan gambar Master Plan dengan waktu 7 hari kerja.
Selanjutnya surat permohonan pengesahan gambar site plan dengan waktu 5-7 hari kerja, persetujuan dan pengesahan gambar site plan dengan waktu 5-7 hari kerja, dan izin cut and fill dengan waktu 5 hari kerja serta Analisa Dampak Lingkungan Lalu Lintas (Andal Lalin) dengan waktu 30 hari kerja.
Dalam kebijakan ini juga dilakukan penggabungan perizinan, yaitu: – Proposal Pengembang (dengan dilampirkan Sertifikat tanah, bukti bayar PBB (tahun terakhir) dengan Surat Pernyataan Tidak Sengketa (dilampirkan dengan peta rincikan tanah/blok plan desa) jika tanah belum bersertifikat; – Ijin Pemanfaatan Tanah (IPT)/ Ijin Pemanfaatan Ruang (IPR) digabung dengan tahap pengecekan kesesuaian RUTR/RDTR wilayah (KRK) dan Pertimbangan Teknis Penatagunaan Tanah/Advise Planning, Pengesahan site plan diproses bersamaan dengan izin lingkungan yang mencakup: SPPL atau Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (sampai dengan luas lahan 5 Ha); – Pengesahan site plan diproses bersamaan dengan izin lingkungan yang mencakup SPPL (luas < 5 ha), rekomendasi damkar, dan retribusi penyediaan lahan pemakaman atau menyediakan pemakaman.
Sedangkan percepatan waktu proses perizinan, yaitu untuk Surat Pelepasan Hak (SPH) Atas Tanah dari Pemilik Tanah kepada pihak developer (dari 15 hari menjadi 3 hari kerja); pengukuran dan pembuatan peta bidang tanah (dari 90 hari menjadi 14 hari kerja); penerbitan IMB Induk dan pemecahan IMB (dari 30 hari menjadi 3 hari kerja).
Selanjutnya evaluasi dan Penerbitan SK tentang Penetapan Hak Atas Tanah (dari 213 hari kerja menjadi 3 hari kerja); penerbitan Sertifikat Induk HGB a/n Pengembang (dari 90 hari menjadi 3 hari kerja); penerbitan PBB Induk dalam rangka SHGB Induk (dari 5 hari menjadi 1 hari kerja); pemecahan sertifikat a/n pengembang (dari 120 hari menjadi 5 hari kerja); dan pemecahan PBB atas nama konsumen (dari 30 hari menjadi 3 hari kerja).
Darmin mengatakan dengan pengurangan, penggabungan, dan percepatan proses perizinan untuk pembangunan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah ini, maka biaya untuk pengurusan perizinan akan menjadi 30 persen dari biaya saat ini (turun sebesar 70 persen).
Perhitungan biaya tersebut dilakukan bersama pengurus Real Estate Indonesia/REI. Komponen yang berpengaruh pada penurunan biaya sebagai dampak penyederhanaan regulasi:
a. Penurunan biaya pengurusan Izin Lingkungan (jika sudah sesuai dengan RTRWD/RTRWK).
b. Penghapusan biaya untuk mengurus Izin Lokasi.
c. Penurunan biaya pengurusan Izin UKL/UPL (jika luas di bawah 5 Ha).
d. Penghapusan biaya untuk menyusun Andalalin (jika luas di bawah 5 Ha tidak memerlukan Andalalin).
e. Penghapusan biaya untuk mengurus Rekomendasi Peil Banjir.
f. Penurunan biaya memperoleh Advise Planning.
g. Penurunan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
h. Penurunan biaya pengecekan zona lokasi oleh BPN (jika lokasi berada di zona perumahan).
i. Penurunan biaya pemecahan sertifikat (dibuat SOP untuk menjadi standar biaya).
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka