Jakarta, Aktual.com — Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk membasmi praktik-praktik para pengemplang pajak yang terungkap dari adanya dokumen Panama Papers. Dokumen ini berisi praktik gelap pajak dari perusahaan siluman dan ribuan orang super kaya di dunia, termasuk Indonesia.
Panama adalah salah satu negara tax heaven (surga pajak). Sehingga memang sejak awal mereka punya rencana melakukan penghindaran atau pengelakan pajak (tax avoidance).
Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa, Ah Maftuchan, Panama Papers menunjukkan dunia sudah berada di era darurat kejahatan pajak.
“Hal ini harus jadi momentum Indonesia untuk segera basmi praktik tax avoidance dan pencucian uang oleh wajib pajak Indonesia, baik perorangan maupun badan hukum,” saran Maftuchan, dalam keterangan pers yang diterima Aktual.com, Jumat (8/4).
Dia menambahkan, Jokowi perlu segera membentuk Gugus Kerja Anti Mafia Kejahatan Pajak yang berisi gabungan antara lembaga pemerintah dan non-pemerintah yang kredibel.
“Gugus Tugas ini bekerja untuk mengusut daftar nama yang masuk Panama Papers dan bahkan dari negara tax heaven lainnya,” tegas Maftuchan.
Program Manager International NGO for Indonesia Development (INFID), Khoirun Nikmah menambahkan, dengan terungkapnya Panama Papers ini, Indonesia perlu memelopori perubahan tata kelola keuangan global terkait sistem perpajakan.
Mulai dari penghentian rezim kerahasiaan data perpajakan dan perbankan, pertukaran informasi antarnegara dan penguatan hukum, administrasi serta kelembagaan perpajakan.
“Jokowi bisa gunakan forum G-20 sebagai ruang untuk mendesak agenda-agenda tersebut. Jokowi juga bisa usulkan pembentukan Badan Perpajakan Dunia di bawah PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa),” tandasnya.
Menurut data Global Financial Integrity/GFI (2015), setiap tahun negara berkembang kehilangan satu triliun dolar Amerika Serikat (AS) akibat korupsi, penggelapan pajak, dan pencucian uang.
Untuk Indonesia, GFI memprediksi potensi pajak yang menguap dari praktik pelarian uang haram itu jumlahnya hampir Rp200 triliun dalam setiap tahunnya.
Sekretaris Jendral Transparency International Indonesia (TII), Dadang Trisasongko menambahkan, tingginya aliran uang haram dari Indonesia diakibatkan rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak baik dari kelompok kaya, superkaya, maupun korporasi.
“Makanya, dengan tingginya prevalensi korupsi pajak, praktik penggelapan dan penghindaran pajak dengan metode perekayasaan keuangan yang rumit itu, membuktikan rendahnya kinerja otoritas pajak Indonesia,” tandas Dadang.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan