Sejumlah anggota TNI bersiap untuk melakukan penyisiran kolompok sipil bersenjata Santoso di Watutau, Lore Peore, Poso, Sulawesi Tengah, Rabu (23/3). Penyisiran tersebut merupakan operasi Tinombala yang kini diarahkan ke daerah Sedoa, Lore Utara, Poso setelah ditemukan dua anggota kelompok sipil bersenjata tewas ketika kontak senjata. ANTARA FOTO/Fiqman Sunandar/ama/16

Tarakan, Aktual.com – Panglima Komando Strategis TNI Angkatan Darat (Pangkostrad), Letjend TNI Edy Rahmayadi menyatakan, Indonesia masih menunggu isyarat Filipina dalam pembebasan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayaf.

“Kita hanya menunggu isyarat saja dari pemerintah Filipina apakah mau dilibatkan atau tidak,” sebut mantan Panglima Kodam I Bukit Barisan saat menggelar latihan gabungan (latgab) pasukan pemukul reaksi cepat (PPRC) di Kota Tarakan, Kalimantan Utara, Minggu (4/4) melalui siaran persnya, Kamis (7/4).

Ia mengemukakan, saat ini pemerintah RI masih terus melakukan negosiasi dan koordinasi dengan pemerintah Filipina sekaitan dengan 10 WNI yang disandera kelompok separatis sejak Maret 2016.

Edy Rahmayadi menjelaskan, belum adanya kepastian melibatkan RI untuk mengambil langkah pembebasan 10 WNI. Hal itu dianggap pemerintah Filipina masih mampu menanganinya dan siap mempertanggungjawabkannya.

“Kita (TNI) kan hanya pelaksana negara. Jika diperintahkan maka bersedia setiap saat melakukan apa saja sesuai dengan perintah negara,” ucap dia seraya menyatakan, keberadaan PPRC yang melakukan latgab di Kota Tarakan memang memiliki kemampuan membebaskan sandera pada segala kondisi alam.

Pangkostrad mengungkapkan, “track record” pasukan khusus TNI dalam pembebasan sandera sudah terbukti dengan hasil yang menggembirakan, yakni pada operasi pembebasan kapal Sinar Kudus dan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di Somalia.

Saat pemerintah Somalia mengirimkan sinyal tidak mampu membebaskan para sandera, negara itu meminta kepada pemerintah RI untuk turun tangan. Lantas, TNI melakukan operasi militer.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara