Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kanan) berdiskusi dengan Kapolri Jenderal Pol.Badrodin Haiti (kiri) sebelum Rapat Terbatas membahas terorisme dan deradikalisasi yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla, di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (21/1). Dalam rapat tersebut Presiden menegaskan untuk melanjutkan program deradikalisasi terhadap narapidana dan mantan narapidana terorisme, kemudian diikuti upaya pemantauan, pendampingan setelah kembali ke masyarakat. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/ama/16

Jakarta, Aktual.com — Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo meminta keluarga 10 anak buah kapal asal Indonesia, yang disandera kelompok Teroris Abu Sayyaf di Filipina percaya kepada pemerintah.

“Kami berharap kepada pihak keluarga untuk berdoa dan bersabar, percayakan pada pemerintah,” kata Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dalam kunjungannya ke Lombok Tengah, Sabtu (2/4).

Menurut informasi yang diperoleh dari intelijen dari Filipina, seluruh korban sandera hingga kini dikatakan masih dalam keadaan sehat. “Kondisinya masih sehat dan berada di Filipina, itu kabar yang didapat dari Intelijen Filipina,” ujarnya.

Terkait dengan upaya penyelamatan, Pemerintah Indonesia dikatakannya masih belum mendapat izin untuk melakukan operasi penyelamatan di Filipina. Melainkan, Pemerintah Indonesia diminta untuk mempercayakan persoalan ini kepada pihak Pemerintah Filipina.

“Mereka berjanji dengan berbagai cara untuk membebaskan para sandera. Untuk itu kita harus yakin dengan niat baik dari Pemerintah Filipina,” ucapnya.

Untuk itu, kata dia, pihak TNI dalam hal ini yang menangani masalah pertahanan dan keamanan negara di Indonesia hanya mampu menunggu kabar dari Menteri Luar Negeri RI.

Namun, bukan berarti Pemerintah Indonesia tidak berupaya melaksanakan operasi penyelamatan para sandera. Gatot Nurmantyo menegaskan bahwa dalam persoalan ini sikap saling menghormati dan menghargai harus tetap dijunjung tinggi.

“Sama saja kalau ada pembajakan di negara kita, negara lain tidak boleh masuk tanpa seizin pemerintah kita. Kita juga sama, harus saling menghargai, karena itu teritori dari negara mereka,” kata pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Staf TNI AD itu.

Sepuluh WNI yang merupakan ABK dari kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 dibajak di sekitar perairan Filipina pada 26 Maret 2016.

Penyanderaan dua kapal berbendera Indonesia yang mengangkut tujuh ribu ton batu bara itu terjadi saat dalam perjalanan dari Sungai Puting, Kalimantan Selatan menuju Batangas, Filipina Selatan.

Kondisi terakhir, kapal tunda Brahma 12 telah dilepaskan dan sudah berada di bawah penanganan Pemerintah Filipina. Sedangkan, untuk kapal Anand 12 yang diketahui masih terdapat 10 ABK itu masih di bawah kendali kelompok teroris Abu Sayyaf.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara