Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat paripurna sekaligus membuka masa persidangan III tahun sidang 2016-2017. Rapat Paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPR Setya Novanto didampingi Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Agus Hermanto, Taufik Kurniawan dan Fahri Hamzah ini dihadiri oleh 377 anggota dari seluruh fraksi di gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (10/1/2017). DPR menetapkan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2017. Hasilnya, sekitar 50 RUU masuk dalam prolegnas 2017. Dengan rincian, 32 RUU dari DPR, 15 RUU berasal dari pemerintah dan 3 lainnya dari DPD. Serta pelantikan beberapa anggota baru atau PAW. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Rapat Panitia Musyawarah (Panmus) DPD RI yang berlangsung pada Minggu, (2/4), kemarin mulai pukul 13.00-21.30 berujung deadlock. Keputusan yang seharusnya dihasilkan justru dilimpahkan dalam Rapat Paripurna para senator yang digelar, Senin (3/4). Diprediksi, rapat yang seharusnya menemukan pimpinan baru DPD RI itu bakal kisruh.

Wakil Ketua DPD RI, Farouk Muhammad mengatakan, Rapat Panmus DPD RI berlangsung alot. “Yang satu bilang cacat yang satu bilang redaksional (hasil putusan MA soa gugatan Peraturan DPD No 1 tahun 2016 dan 2017),” ujar Farouk usai Rapat Panmus di Komplek Parlemen, Senayan, Minggu (2/4) malam.

Menurut senator asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu, tidak dihasilkannya keputusan yang kongkrit dalam Rapat Panmus ini lantaran putusan yang dikeluarkan MA ada ketidaktelitian.

“MA buat amar putusan sehingga kita seperti ini. Kami coba ambil benang merah yang kita sepakati . Karna memang ada anggota besok akan ada rapur sesuai jadwal,” katanya.

Dalam Rapur, jelas Farouk, agenda pertama adalah menyampaikan putusan MA yang dianggap tidak bisa mengambil sikap. Kedua, bila ada permasalahan lain yang timbul selama rapur bisa diputukan selama tidak melanggar hukum.

“Putusan MA dulu karena itulah yang buat kita begini. Salah redaksi masa kalimatnya DPRD,” tukasnya.

Oleh sebab itu, lanjut Farouk, mengenai status pimpinan masih tetap dan tidak ada pergantian ataupun perpanjangan. “Besok rapur kita bertiga (Saleh, Hemas dan Farouk) masih legal pimpin sidang,” imbuhnya.

Wakil Ketua DPD RI lainnya, GKR Hemas mengaku, sebenarnya telah ada putusan yang ditandatangi tiga pimpinan DPD RI yang dianggap sesuai dengan putusan MA. Hal itu, kata dia, berdasarkan rapat pimpinan, yabg sebetulnya rapat Panmus tidak patut digelar.

“Putusan hukum tinggal dilaksanakana aja. Besok hanya rapur sampaikan putusan MA. Jadi kami tetap memimpin dari 2014 hingga 2019,” tegasnya dilokasi yang sama.

Diketahui saat itu Hemas memberi tahu dua lembar kertas kepada wartawan dan terlihat tanda tangan tiga pimpinan dan bertuliskan bila Peraturan DPD RI No I tahun 2016 dan 2017 batal demi hukum. Sedangkan agar tidak terjadi kekosongan hukum maka Peraturan DPD RI No 1 tahun 2014 berlaku kembali.

Hemas menambahkan, Untuk masa kepemimpinan Ketua DPD RI, M Saleh bisa berlanjut. Namun, harus tetap disepakati terlebih dahulu. “Intinya menyampaikan dulu. Berlaku secara hukum. Saya mempertahankan tidak ada paripurna. Saya nyatakan paripurna besok ilegal,” kata senator asal DI Yogyakarta itu.

Sementara, Anggota DPD RI, Anna Latuconsina menyatakan, rapat pannmus malam ini memutuskan besok ada rapur dalam rangka menyampaikan putusan MA tentang dicabutnya Peraturan DPD RI No 1 tahun 2017.

“Tidak ada agenda lain, bila ada yg lain seperti pepilihan pimpinan artinya ilegal. Karena sudah ada putusan MA yang menyatakan pimpina lima tahun. Jelas, kalau ada pilihan pimpinan itu ilegal. Jadi munkin ada dua kepemimpinan,” jelas dia.

Namun, kata Anna, rapur nanti kemungkinan akan kisruh lantaran, ada sebagian teman-teman sesama anggota DPD RI yang menginginkan agenda lain. Sehingga bila agendanya hanya hasi putusan MA akan banyak yang menolak.

Sedangkan anggota DPD RI lainnya, Ahmad Muqowam mengutarakan, bila hasil putusan MA disikapi dalam rapur nanti dan menjadi putusan rapur itu melompat.

“Jadi rapur itu besok dilaksanakan untuk menyikapi putusan MA. Pimpinan itu pimpinan lembaga bukan direksi. Jadi apa yg d sampaikan tadi harus di parupurnakan. Ini bukan kerajaan. Besok rapur adalah resiko dan konsekuensi dari putusan MA itu sendiri,” kata Muqowan.

Ditegaskannya, rapur nanti bisa menjadi ajang penolakan dari hasil putusan MA. Karena, apapun putusan tertinggai DPD adalah paripurna.

“Agenda pemilihan pimpinan tetap. Karena belum dibatalkan. Konsekuensi putusan MA yang ngawur secara redaksionalnya tetap ada,” tandasnya.

Laporan:Nailin in Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid