Sebab faktanya sampai tahun 2014, dana APBN yang dialokasikan untuk membayar bunga Obligasi Rekap pemerintah Ex BLBI sebesar kurang lebih Rp 930 Triliun. Dan hingga tahun ini (2022) Menkeu RI masih menganggarkan dana APBN Rp 48 Triliunan untuk bunga Obligasi Rekap kepada bank-bank rekap atau para pemegang Obligasi Rekap yang membelinya di pasar sekunder.

Mirisnya, pembayaran bunga obligasi rekap ini terus digelontorkan saat APBN mengalami defisit. Di sisi lain subsidi untuk BBM, pangan, kesehatan, pendidikan yang dihapuskan atau dibatasi oleh pemangku kebijakan.

“Apakah mungkin kita melakukan moratorium pembayaran bunga rekap BLBI ini?,” tanyanya.

Burhanudin Abdullah mengatakan sebenarnya menginginkan adanya moratorium. Namun lingkungan waktunya tidak tepat.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin