Jakarta, Aktual.com — Pengamat ekonomi Revrisond Baswir mengatakan keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seharusnya menjadi palang pintu untuk menahan gempuran gelombang kapitalisme. BUMN harus di garda terdepan dalam mewujudkan demokrasi ekonomi nasional.

Hal itu ditekankan dia mengacu pada konstitusi UUD 1945, khususnya Pasal 33. Yakni bahwa demokrasi ekonomi adalah suatu sistem perekonomian yang berasaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan dari, oleh dan untuk rakyat dibawah pimpinan dan pengawasan pemerintah.

“Jangan seperti kasus Pelindo II yang ramai saat ini, BUMN malah jadi pintu ekspansi kapitalisme, ucap Revrisond yang juga dosen Universitas Gadjah Mada, Revrisond Baswir, di Jakarta, Rabu (4/11).

Ia mengatakan demikian dalam diskusi ‘Karut Marut Pelindo II’ yang digelar Forum Kajian Kebijakan Ekonomi Nasional. Diskusi juga dihadiri Guru Besar Fakultas Hukum UGM, Prof Dr Sulistiowati dan peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Fahmi Radhy.

Menurutnya, langkah DPR yang membentuk Pansus Pelindo II selayaknya didorong terus agar ada kejelasan dari karut-marut di pelabuhan internasional di Tanjung Priok. Secara pribadi, ia berharap Pansus DPR nantinya tidak hanya berhenti untuk memperjelas masalah perpanjangan kontrak JICT.

Akan tetapi, Pansus Pelindo II juga menyentuh masalah-masalah mendasar, khususnya tata kelola BUMNN agar benar-benar sesuai dengan cita-cita mewujudkan demokrasi ekonomi sesuai Pasal 33 UUD 1945.

“Saya kira ke depan BUMN tidak bisa lagi dikelola kementerian seperti sekarang, harus ada super holding BUMN. Kita bisa belajar dari Malaysia, soal pengelola bukan seperti direktur tapi butuh kelembagaan seperti BPK maupun KPK, ada komisioner yang pimpin bukan seorang direktur seperti sekarang,” katanya.

Guru Besar Fakultas Hukum UGM Sulistiowati menambahkan, semua perjanjian yang berdimensi publik atau berkaitan dengan kepentingan publik, tidak boleh diabaikan.

Terkait perpanjangan waktu kerjasama yang dilakukan oleh Pelindo II (sebagai BUMN) dengan pihak ketiga, lanjut dia, perlu diperhatikan soal itikad baik para pihak mengenai alasan, maksud dan tujuan dari perpanjangan waktu 5 tahun sebelum berakhirnya kerjasama.

Artikel ini ditulis oleh: