Anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka (kiri) didampingi Anggota Fraksi PAN Teguh Juwarno (kanan) memimpin rapat perdana Panitia Khusus Pelindo II di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (15/10). Rieke Diah Pitaloka terpilih sebagai Ketua Pansus Pelindo II dan diberi waktu selama 60 hari untuk bekerja, kemudian hasilnya dilaporkan dalam rapat paripurna. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/ama/15

Jakarta, Aktual.com — Pansus Pelindo II menemukan kejanggalan dan dugaan pelanggaran hukum dalam perpanjangan kontrak pengelolaan Terminal Peti Kemas Jakarta (JICT) antara PT Pelindo II dengan Hutchington Port Holding.

“Temuan kami mengejutkan bahwa yang melakukan kerja sama bukan Pelindo II dengan HPH namun Pelindo dengan JICT karena yang tanda tangan adalah Dirut Pelindo dengan Dirut JICT,” kata Wakil Ketua Pansus Angket Pelindo II, Teguh Juwarno, di Gedung DPR, Rabu (26/11).

Hal itu dikatakannya disela-sela rapat antara Pansus Pelindo II dengan Direksi dan mantan Direksi PT. Pelindo II, di Ruang Rapat Pansus C, Jakarta, Rabu.

Dia menjelaskan, perpanjangan kerjasama pengelolaan JICT seharusnya dilakjman antara PT. Pelindo II dengan HPH sehingga yang menandatangani adalah kedua dirut perusahaan tersebut.

Namun hal itu, menurut dia, tidak terjadi sehingga menimbulkan kecurigaan dan dilakukan tanpa ada konsensi dari Kementerian Perhubungan.

“Apa yang dilakukan Pelindo II dengan JICT artinya antara induk perusahaan dengan anak perusahaan. Itu ada sesuatu, kami melihat ada upaya menipu dan mengelabui,” ujarnya.

Dia menegaskan, hal itu menunjukkan bahwa perjanjian kerja sama antara HPH dan PT Pelindo II batal demi hukum.

Kedua, menurut dia, dalam rapat itu terungkap bahwa jajaran Direksi JICT yang ditunjuk, posisinya seperti boneka karena tidak tahu apa yang harus dilakukan dan sekedar menurut apa yang diperintahkan atasan.

“Mereka tidak tahu bahkan mereka hanya sekedar nurut saja, ini sekaligus menjadi jawaban kecurigaan bahwa ‘revenue’ perusahaan naik namun keuntungan malah semakin menurun,” katanya.

Dia mencontohkan penggunaan pihak ketiga dalam penggajian para eksekutif perusahaan yaitu menggunakan perusahaan asing sehingga aneh.

Menurut dia, mengapa gaji tidak langsung diberikan sementara direktur keuangan JICT tidak tahu dan hanya sebatas membayar gaji.

“Ini hal-hal yang memang kami lihat dari sisi tata kelola perusahaan sangat mencurigakan,” ujarnya.

Dia menilai ada dugaan penggelapan atau “financial engineering” dalam perpanjangan kontrak JICT sehingga ada pihak yang bermain dan diuntungkan.

Anggota Pansus Pelindo Masinton Pasaribu mengatakan bahwa dalam rapat kerja dengan Direktur Utama JICT, Dani Rusli dan mantan Direktur JICT Risa Erifan banyak berkas yang disembunyikan.

Dia mencontohkan, laporan keuangan tahun 1999-2014, agreement perubahan komposisi saham pelindo 51 persen, HPH 49 persen, Kopegmar 0,01 persen dan pembayaran Loan tahun 2009 serta SK pengangkatan Direksi yang baru.

“Tadi kendalanya ketidaksiapa para Dirut dan mantan Dirut untuk membawa berkas yang Pansus Pelindo minta,” ujarnya.

Jajaran Direksi JICT, menurut dia, memberikan penjelasan yang tidak ringkas namun setelah ditegaskan oleh Pansus maka mereka membuka satu persatu.

“Bukti pembayaran rental cost pada tanggal 1 September dan 3 November juga mereka tidak bawa. Ini kan menimbulkan pertanyaan,” ujarnya.

Rapat pansus akan dilanjutkan pada pukul 16.00 WIB untuk meminta keterangan ulang Direktur JICT serta tujuh berkas yang diminta Pansus Pelindo.

Pihak yang dipanggil Pansus antara lain Dirut JICT Dani Rusli Utama, jabatan sebelumnya adalah Direktur Pengembangan Pelabuhan Indonesia (PPI) JICT. Wakil Dirut JICT Riza Erivan, jabatan sebelumnya Direktur Keuangan JICT (Oktober 2013 – Desember 2014), Dirut JICT (Januari 2015- Juli 2015) dan terlibat dalam perpanjangan kontrak JICT.

Artikel ini ditulis oleh: