Jakarta, Aktual.com – Ketua Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) Lukman Edy mengatakan persoalan warga negara atau diaspora di luar negeri terhadap hak politiknya tidak hanya dialami Indonesia. Di Jerman juga mengalami hal yang sama.
“Hubungannya dengan kondisi di Indonesia sangat relevan dengan tuntutan warga negara Indonesia dan diaspora Indonesia di luar negeri yang jumlahnya sudah semakin membesar, lebih kurang 5 juta orang,” kata dia dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/3).
Disampaikan, pengaturan warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri dan diaspora Indonesia untuk mendapatkan hak politiknya perlu diperdalam. Dalam konteks UU Pemilu paling tidak opsi dapil khusus luar negeri perlu dijadikan alternatif sehingga pada akhirnya ada perhatian dari negara terhadap kepentingan dan aspirasi warga negara dan diaspora Indonesia di luar negeri.
Tidak hanya itu, Lukman juga mengatakan bahwa MK Jerman juga menyidangkan tuntutan masyarakat terhadap rekruitmen calon anggota legislatif, calon presiden dan atau calon kepala daerah yang direkrut oleh partai politik secara tidak transparan.
Sebab, rekruitmen kandidat yang diajukan oleh partai politik dengan tidak secara demokratis, akan berdampak kepada hasil pemilu di daerah tersebut.
“Hal ini menarik karena tuntutan publik kita berkenaan dengan pola rekruitmen kandidat oleh partai politik di Indonesia yang cenderung tertutup dan tidak transparan yang berimplikasi pada masyakarat hari ini merasa jauh aspirasinya dengan kebijakan partai perlu diperbaiki,” sebutnya.
“Praktisnya kalau didalam UU Pemilu diatur soal proses yang terbuka dan demokratis dalam hal rekruitmen kandidat, maka harus ada peluang di dalam UU Pemilu, dimana masyarakat bisa menggugat ke MK kalau dianggap proses rekruitmen itu tidak demokratis,” ujar politikus PKB itu.
Sementara itu, soal politik uang dan pidana Pemilu, MK Jerman mengaku tidak ikut campur tangan, sebab kewenangannya ada pada penegak hukum yakni kepolisian dan kejaksaan. Apabila terjadi tindak pidana maka proses pengadilan tidak menghentikan proses Pemilu.
“Ini sama dengan praktik di Indonesia, kewenangan MK kita hanya pada mengadili perselisihan hasil Pemilu. Perbedaannya di Jerman tidak ada peradilan lain yang khusus mengadili konflik Pemilu selain di MK,” katanya.
Di peradilan di Indonesia ada PTUN, Bawaslu dan di MA. Soal pidana pemilu dan politik uang juga termasuk objek di dalam UU Pemilu. Seluruh proses peradilan Pemilu tersebut perlu dipertimbangkan kembali.
“Pertanyaannya apakah yang kita atur selama ini ternyata bisa disederhanakan, seperti di Jerman? Karena memang sepertinya sistim peradilan pemilu kita terlalu rumit, paling tidak ada 5 institusi yang terlibat : Bawaslu, Sentra Gakumdu, PTTUN, MA dan MK,” pungkasnya.
(Novrizal Sikumbang)
Artikel ini ditulis oleh: