Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir - Gelar Perkara Penistaan Agama. (ilustrasi/aktual.com)
Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir - Gelar Perkara Penistaan Agama. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir tak heran dengan keputusan Bareskrim Polri yang menaikkan status penyelidikan dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, ke tahap penyidikan.

Sebab menurutnya, dengan merujuk pada inti materi yang disampaikan dalam gelar perkara penyelidikan dugaan penistaan agama, baik dari pihak pelapor, terlapor maupun penyidik, unsur-unsur sebagaimana Pasal 156a sudah terpenuhi.

“Karena perbedaan umumnya itu pada apakah ada niat atau tidak. Sesungguhnya bukan niat atau tidak, tapi kesengajaan atau tidak. Karena unsurnya bukan niat tapi kesengajaan. Kalau seorang Gubernur dengan tingkat pendidikan tinggi, pastinya sudah mengerti bahwa perbuatan seperti itu ialah perbuatan yang menodai ajaran agama orang lain, dan dia melakukan itu, berarti dia sudah melakukan perbuatan secara sengaja,” papar Mudzakkir saat dihubungi, Kamis (17/11).

Lebih lanjut ia jelaskan, atas dasar kesengajaan ini yang kemudian memuculkan kesimpulan bahwa ada dugaan tindak pidana penistaan agama dalam pernyataan Ahok saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu, 27 September 2016 lalu.

“Sehingga menyimpulkan bahwa itu perbuatan sengaja dan itu masuk semua unsurnya. Sehingga pantas disebut ada tindak pidana dan pelakunya pantas untuk dinyatakan sebagai tersangka,” jelasnya.

Selain itu, dalam kesempatan ini, Mudzakkir juga menanggapi ihwal penahanan Ahok. Pandangan dia, untuk bisa menahan Gubernur DKI Jakarta nonaktif itu ada beberapa pertimbangan.

Pandangan Mudzakkir, pertimbangan utamanya terletak pada tindak-tanduk Ahok usai Bareskrim Polri menetapkan keputusan penyelidikan dugaan penistaan agama.

“Penahanan Ahok itu dilihat dari perilaku dan kelakuan. Kalau perilakunya membahayakan kepentingan publik, dalam arti kata tidak ada rasa menyesal dan sebagainya, itu kan menunjukkan bahwa perilakunya berpotensi menimbulkan bahaya kepada masyarakat, terutama mengulangi lagi perbuatannya,” terang dia.

Dengan kata lain, bilamana perilaku Ahok tetap tidak berubah dan malah memicu timbulnya masalah baru, menurutnya tidak ada alasan lain bagi polisi untuk tidak menahan yang bersangkutan.

“Jadi, kalau sikap yang bersangkutan malah menimbulkan masalah baru, tidak jera, tapi malah menimbulkan pandangan-pandangan baru yang kontroversial, dan menimbulkan perpecahan, kalau itu terjadi kemungkinan bisa ditahan,” tutupnya.

Seperti diketahui, kemarin, Rabu (16/11), Kabareskrim, Komjen Ari Dono Sukmanto secara resmi mempublikasikan hasil gelar perkara penyelidikan dugaan penistaan agama oleh Ahok. Kesimpulan polisi, pernyataan Ahok yang menyinggung surat Al Maidah ayat 51, telah memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 156a KUHP.

Dengan demikian, status penanganannya naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan.[M Zhacky Kusumo]

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid